Readtimes.id — Penemuan seaglider atau yang kerap disebut drone bawah laut di daerah perairan Selayar Sulawesi Selatan tepat di akhir tahun 2020, menambah daftar temuan alat nirawak asing di wilayah perairan Indonesia
Terhitung ini sudah kali ketiga dalam waktu dua tahun wilayah perairan Indonesia disusupi oleh benda yang diklaim memiliki kemampuan untuk melakukan perekaman data strategis bawah laut seperti salinitas, arus, temperatur, dan kontur laut.
Seperti yang diketahui data-data ini dapat digunakan untuk keperluan operasi militer khususnya dalam penggunaan kapal selam. Dengan memiliki data-data tersebut sebuah negara dapat melakukan pengintaian bawah laut negara lain tanpa khawatir akan terdeteksi.
Hal ini yang kemudian membuat banyak pihak lantas menguhubungkannya dengan kondisi kedaulatan kita yang dinilai tengah berada di bawah ancaman negara asing, mengingat kondisi georgarfis perairan Indonesia yang sangat strategi dan sering mendapatkan klaim dari pihak luar. Belum lagi ekskalasi konflik laut Cina Selatan yang tengah memuncak dalam dua tahun belakangan, dimana berhasil membuat keamanan laut negara-negara ASEAN terganggu.
Untuk menjawab dugaan -dugaan itu Readtimes.id melakukan wawancara ekslusif bersama Ishaq Rahman pengamat politik luar negeri dari Universitas Hasanuddin.
” Saya kira tanpa ada drone ditemukan pun, setiap saat kedaulatan nasional suatu negara itu selalu dalam ancaman. Terlebih di era yang semakin transnasional dewasa ini yang berhasil membuat batas-batas dan kedaulatan nasional semakin kabur. Jadi, setiap saat terbuka peluang bagi lalu lintas entitas asing di batas kedaulatan suatu wilayah” jelas Ishaq
Dalam kesempatan yang sama pihaknya juga menekankan bahwa yang terpenting saat ini bukan mempertanyakan apakah kedaulatan negara terancam atau tidaknya, melainkan
bagaimana otoritas keamanan kita akan menyikapi fenomena seperti ini.
Menurutnya pemerintah tidak boleh hanya diam dan terjebak dalam mengulas dan membahas antara definisi ini “drone” atau “seaglider”, lantas lupa mengambil tindakan atas semua yang telah terjadi, minimal dengan melayangkan nota protes misalnya jika benar benda itu milik asing.
Ketika disinggung mengenai konflik laut China Selatan menurut pengamatannya ini belum bisa disangkutpautkan ke sana. Karena sampai penemuan seaglider yang ketiga pun otoritas keamanan Indonesia belum mampu mengungkap apakah itu benar milik China atau
hanya sekedar buatan China yang kemudian dioperasikan oleh negara lain.
Mengingat saat ini banyak negara yang juga mengembangkan teknologi serupa seperti Amerika sejak tahun 1957 dengan seaglider, Inggris dengan UUV ( unmanned underwater vehicle) Remus dan Recce sejak 2010 , Norwegia dengan HUGIN AUV ( automatic underwater vehicle) sejak 2001 dan India yang telah berhasil merancang sebuah prototipe pada 2016 lalu dan kini tengah menghubungkan teknologi UUV dan kapal selam untuk tujuan pengawasan. So, Indonesia kapan?
3 Komentar