Readtimes.id– Terungkapnya identitas pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar oleh aparat kepolisian baru-baru ini , menambah tingginya angka kasus pelaku bom bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok dengan paham ekstrimis di Tanah Air.
Jamaah Ansharut Daulah ( JAD) dinilai sebagai kelompok yang bertanggungjawab atas insiden yang terjadi bertepatan dengan perayaan minggu Palma dalam menyambut kebangkitan Yesus Kristus di Makassar itu. Tak berhenti di situ dalam waktu yang bersamaan pula, polisi menemukan sejumlah bahan utama pembuatan bom dan mengamankan beberapa orang di Bekasi dan Condet (Jakarta Timur ).
Sejumlah penemuan dan peristiwa bom bunuh diri yang terus berulang itu pada akhirnya menyisakan tanya di benak publik terkait sejauh mana sebenarnya perkembangan upaya deradikalisasi dalam upaya pencegahan aksi terorisme di Tanah Air telah dilakukan oleh pemerintah.
Seperti yang diketahui selain menggunakan undang-undang Nomor 5 Tahun 2018, untuk melakukan pencegahan terorisme dan mendorong upaya deradikalisasi, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 77 tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan. Tidak cukup di situ Presiden Joko Widodo belum lama ini juga menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban bagi korban tindak pidana terorisme, pembentukan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) serta Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Adalah Yanuardi Syukur, seorang antropolog Islam Universitas Khairun, Ternate memandang pada dasarnya upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah hari ini sudah bagus namun masih perlu peningkatan dan modifikasi strategi.
” Sejauh ini sebenarnya sudah bagus apalagi ormas seperti NU dan Muhammadiyah juga terlibat, hanya saja menurut saya butuh pengembangan. Pemerintah perlu belajar dari kasus kemarin bagaimana strategi para pelaku teror bom ini untuk juga digunakan sebagai bahan memodifikasi strategi upaya deradikalisasi, ” ujar Presiden Perkumpulan Rumah Produktif Indonesia ini.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa pada dasarnya upaya pemerintah dalam melibatkan aparat penegak hukum, organisasi keagamaan dan juga masyarakat di segala bidang dalam upaya deradikalisasi, harus lebih menggunakan pendekatan yang lebih humanis ketimbang pendekatan keamanan.
” Paham ekstrimis yang dipahami oleh para pelaku teror ini perlu pendekatan khusus yakni yang lebih bersifat humanis atau dari hati ke hati, karena yang kita hadapi ini manusia. Negara perlu hadir untuk melihat apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan dasar mereka ini untuk lalu bisa dipenuhi. Bukan melulu pendekatan keamanan yang sifatnya jika melawan terus tembak,” tambahnya.
Pada akhirnya bukan dengan banyaknya peraturan perundang-undangan atau pembentukan lembaga yang nampak membuat negara hadir dalam upaya pemberantasan terorisme, melainkan bagaimana niat atau kemauan untuk terus mengoptimalisasi setiap peraturan yang telah dibuat dengan upaya sinergi juga kolaborasi.
Tambahkan Komentar