Readtimes.id– Jadi dosen peneliti di Indonesia tidaklah mudah. Mereka tidak hanya berkewajiban memproduksi ilmu pengetahuan dan teknologi melainkan merangkap sebagai administrator pendidikan.
Hal ini tidak heran jika kemudian data dari Scimago pada 2021 Indonesia hanya memproduksi 263 ribu penelitian. Padahal di tahun yang sama Indonesia punya 311.642 orang dosen.
Bahkan, di Asia Tenggara, Indonesia hanya menjadi negara dengan publikasi ilmiah terindeks scopus terbanyak ketiga. Indonesia kalah dari Singapura yang sudah menerbitkan 373 ribu penelitian dan Malaysia dengan jumlah 410 ribu publikasi.
Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Andi Masyitha Irwan mengaku untuk bisa melakukan penelitian dan menerbitkan dosen di Indonesia harus pandai membagi waktu dengan kewajiban tambahan lainnya di kampus seperti mengajar dan melakukan pekerjaan administrasi.
“Kalau saya melihatnya di sini dosen memang dituntut harus pintar – pintar mengatur waktu ya ,” ujarnya saat dihubungi oleh Readtimes.
Selain itu menurutnya dosen juga dituntut untuk harus bisa berkolaborasi dengan mahasiswa untuk penelitian-penelitian tertentu.
“Misalnya saat tugas akhir mahasiswa meneliti topik tertentu itu bisa kerjasama dengan dosen yang memiliki fokus tema penelitian serupa,” tambah dosen Keperawatan ini dari Universitas Hasanuddin ini.
Sementara itu Ketua Program Studi Kewirausahaan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Negeri Makassar ( UNM) Agus Syam mengaku selain melakukan penelitian dan administrasi seorang dosen juga harus memenuhi 12-16 SKS.
“Jadi harus dipenuhi oleh seorang dosen, 12 – 16 SKS. Jadi itu kan setiap tingkatan memiliki kewajiban tersendiri, ada kewajiban secara khusus, untuk asisten ahli dan sebagainya,” ujarnya.
Mengutip Andita Aulia Pratama dalam karyanya yang terbit di The Conversation Indonesia angka tersebut pada dasarnya cukup mudah untuk dipenuhi mengingat dosen Indonesia kebanyakan mencapai sekitar 15 SKS.
Kendati demikian dalam sebuah riset yang dikutipnya menyebutkan bahwa beban jatuh terlalu terbanyak pada porsi pengajaran. Dosen tidak hanya bertanggung jawab atas isi materi perkuliahan, namun juga metode pembelajaran hingga evaluasi belajar mahasiswa.
Ini menurutnya cukup memberatkan kerja dosen dalam bidang pengajaran. Padahal untuk mendukung sistem pendidikan tinggi yang berkualitas, harusnya ada pemisahan antara perumusan pedagogi dengan substansi mata kuliah.
Terpisah Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Unhas Suharman Hamzah, mengungkapkan bahwa pada dasarnya memang tidak bisa disangkal bahwa tugas administrasi menjadi penyebab dosen-dosen kurang fokus dalam melakukan penelitian dan memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
“Kita tidak bisa dipungkiri jika tugas administrasi itu memang mengganggu. Saya pun pribadi mengalaminya. Namun sebenarnya yang kita protes bukan pada sistemnya ya, tapi tidak terintegrasinya sistem. Karena seharusnya ketika kita mengisi data pada satu aplikasi administrasi katakan, harusnya yang lain mengikuti agar kita tidak mengisi data yang sama berulang kali, “ujarnya
Hal inilah yang kemudian menurutnya banyak menyita waktu di luar kewajiban mengajar.
Ketika disinggung terkait anggaran riset untuk dosen, menurutnya cukup karena selain dana hibah riset dari pemerintah , dosen sekarang juga bisa mendapatkan dana dari pihak luar seperti swasta.
Di Unhas sendiri dari pengakuannya dosen-dosen bisa mendapatkan dana hingga 15 juta untuk setiap penelitian tergantung dengan fakultas masing-masing.
Pada akhirnya untuk membuat dosen menjalankan fokus Tri Dharma Perguruan Tinggi perlu adanya sebuah inovasi untuk menyederhanakan sejumlah tugas administrasi dosen yang rumit dan prosedural.
Tambahkan Komentar