RT - readtimes.id

Tradisi Tahun Baru Islam yang Mulai Pudar

Readtimes.id– Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender hijriah. Sebagai bentuk perayaan, umat Islam di seluruh dunia umumnya menggelar dzikir dan doa bersama. Hal yang sama juga berlaku untuk masyarakat Bugis Makassar.

Tak hanya itu, salah satu bentuk kebiasaan Suku Bugis Makassar yang umum dilakukan adalah membeli perabotan rumah pada 10 Muharram. Menurut Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof. Nurhayati Rahman, kebiasaan tersebut merupakan gambaran semangat baru menyambut pergantian kalender.

“Sama seperti tahun baru masehi, jadi orang Bugis yang beli perabotan baru itu jadi semacam simbol semangat baru,” jelasnya saat dihubungi oleh Readtimes.

Selain memborong perkakas rumah, seperti gayung dan ember, salah satu tradisi menyambut Tahun Baru Hijriah di masyarakat Bugis adalah membuat bubur 7 rupa dan disertai dengan doa bersama. Tradisi ini umum sebagai Mappeca Sura.

Tradisi ini bukan hanya sekadar tentang membuat bubur dengan 7 rupa saja, tetapi juga mengundang tetangga untuk makan bersama di rumah. Hal ini juga menjadi salah satu wadah silaturahmi antar masyarakat Bugis.

“Jadi yang terpenting itu dari tradisi mappeca sura, bukan buburnya sebenarnya. Tetapi lebih kepada bagaimana masyarakat Bugis bisa berkumpul, makan-makan bersama, dan membaca doa selamatan,” tambah Prof. Nurhayati.

Sayangnya, tradisi Suku Bugis Makassar tersebut mulai menghilang. Hal itu tidak terlepas dari perkembangan zaman yang membuat masyarakat kian lepas dari tradisi-tradisi tersebut.

Hal tersebut diamini oleh Prof. Nurhayati. Ia menyebut adanya perbedaan masyarakat Bugis Makassar dalam menyambut Tahun Baru Hijriah dari masa ke masa.

“Waktu saya masih kecil, orang-orang itu biasa ke sungai buat mandi dan membersihkan diri kalau mau Tahun Baru Islam. Buat buang sial. Tapi sekarang, sudah jarang sekali masyarakat yang melakukannya,” tambahnya.

Meski tradisi-tradisi menyambut Tahun Baru Islam sudah mulai pudar dalam masyarakat Bugis Makassar, bukan berarti semangat menyambutnya sudah mulai berkurang. Hal tersebut dapat terlihat dari berbagai kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di bulan Muharram. Seperti doa bersama dan puasa sunnah.

Sebab hal terpenting dari sebuah tradisi bukanlah bentuk pelaksanaannya, tetapi nilai apa yang terkandung di dalamnya. Sebuah tradisi bukanlah sekadar bentuk seremonial semata, ada pesan yang coba disampaikan melalui kebiasaan-kebiasaan yang diwariskan.

Editor: Ramdha Mawaddha

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: