Readtimes.id– Departemen Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) mendorong partai politik untuk menyelenggarakan konvensi pencalonan secara terbuka dan mewajibkan keterwakilan kelompok rentan dalam pencalonan dari partai politik. Seruan ini disampaikan dalam Workshop Publik Nasional bertajuk “Masukan Publik untuk Revisi Regulasi Kepemiluan di Indonesia” yang diselenggarakan pada Selasa, 29 Juli 2025, di Hotel Unhas, Makassar.
Workshop ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional sebagai penanggap, yakni Wakil Menteri Dalam Negeri RI Dr. Bima Arya Sugiarto, S.I.P., M.A., Anggota Komisi II DPR RI Dr. H.M. Taufan Pawe, S.H., M.H., dan Direktur Kelembagaan, Kebangsaan, Politik dan Demokrasi Bappenas, Maharani. Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor III Unhas, Prof. Farida Patittingi, SH., M.Hum.
Tiga dosen Ilmu Politik Unhas tampil sebagai narasumber utama dalam diskusi, yakni Prof. Dr. Phil. Sukri, M.Si. (Dekan FISIP Unhas), Prof. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si., dan Endang Sari, S.IP., M.Si. Diskusi ini dipandu oleh dosen Hukum Tata Negara Unhas, Fajlurrahman Jurdi, S.H., M.H.
Mengawali sesi workshop, dosen Ilmu Politik Unhas, Endang Sari, S.IP., M.Si., membacakan dokumen rekomendasi hasil Focus Group Discussion (FGD) yang sebelumnya dilaksanakan pada 22 Juli 2025 di Kampus FISIP Unhas. Rekomendasi tersebut disampaikan di hadapan perwakilan masyarakat sipil, partai politik, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), serta mahasiswa dari berbagai jenjang.
” Partai dianjurkan membuka konvensi pencalonan yang menyerap aspirasi publik secara terbuka dan partisipatif, ” kata Endang membaca poin rekomendasi
“Partai politik, hingga di tingkat daerah, diwajibkan memenuhi kuota minimal 30% perempuan dan keterwakilan kelompok rentan dalam struktur kepengurusan.Tujuannya adalah mendorong kesetaraan dalam politik praktis dan pengambilan kebijakan, ” tambahnya
Selain itu Unhas juga mendorong pelarangan praktik mahar politik melalui regulasi yang eksplisit dalam Undang-Undang Pemilu dan Pilkada. Praktik jual-beli pencalonan dinilai menghambat hadirnya calon-calon berkualitas dari kelompok yang tidak memiliki kekuatan modal.
FGD juga merekomendasikan sanksi pidana bagi ketua umum partai yang terlibat dalam praktik mahar politik serta sanksi administratif dan diskualifikasi bagi calon dan elite partai yang melanggarnya. Usulan lainnya adalah agar KPU dan Bawaslu membuka kanal pelaporan anonim untuk mengungkap praktik politik transaksional.
Setelah dibacakan, dokumen rekomendasi secara resmi diserahkan kepada perwakilan Komisi II DPR RI, Wakil Menteri Dalam Negeri, dan Bappenas sebagai bentuk kontribusi akademik terhadap proses revisi regulasi kepemiluan di Indonesia.
Rekomendasi ini diharapkan menjadi kontribusi strategis dari kalangan akademisi untuk mendorong regulasi pemilu yang lebih demokratis, bersih dari politik uang, dan menjamin keterwakilan yang setara bagi seluruh warga negara.
Editor: Ramdha Mawaddha