Readtimes.id– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan mengungkap akar permasalahan dari krisis air yang ada di utara Kota Makassar.
Menurut Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik Walhi Sulsel, Slamet Riadi bahwa krisis air yang ada di utara Kota Makassar disebabkan oleh ketimpangan atas akses dan distribusi air bersih, bukan soal teknis perpipaan dan ketersediaan sumber air baku.
Data yang diperoleh Walhi Sulsel menunjukkan bahwa Makassar Utara dengan jumlah pelanggan 51.852 hanya disalurkan air sebesar 940.845 kubik sepanjang tahun 2023. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan beberapa kecamatan yang masuk dalam wilayah Makassar Barat yang dikenal sebagai pusat industri dan jasa dimana jumlah pelanggannya hanya mencapai 12.466.
“Tetapi volume air yang disalurkan empat kali lipat lebih banyak dari Makassar Utara yakni sekitar 4.204.765 kubik sepanjang tahun 2023, “ ujar Slamet saat Peluncuran Hasil Riset Walhi berjudul “Makassar Kota Dunia yang Krisis Air” pada Kamis 3 Oktober 2024 di Aula Kantor Camat Tallo Kota Makassar.
Slamet menjelaskan bahwa dalam riset ini, Walhi Sulawesi Selatan juga menganalisis kerentanan tiap kecamatan di Kota Makassar terhadap akses atas air bersih dengan memperhatikan dua variabel yakni jumlah pelanggan dan volume air yang tersalurkan. Hasilnya, Kecamatan Tallo dan Rappocini merupakan dua wilayah yang masuk dalam kategori rentan atas air bersih.
“Yang rentan adalah Tallo dan Rappocini. Sedangkan kecamatan lain yang menghampiri kategori rentan yakni Tamalate, Bontoala, Kepulauan Sangkarrang, Manggala, Biringkanaya, dan Tamalanrea. Sedangkan kecamatan yang masuk kategori tidak rentan yakni Wajo, Panakkukang, Ujung Tanah, Ujung Pandang, Makassar, Mamajang, dan Mariso,” bebernya.
Terhadap kondisi ini, Walhi Sulsel memberikan rekomendasi kepada para pihak untuk menyelesaikan permasalahan krisis air di Makassar Utara dan sekaligus memperbaiki tata kelola air di Kota Makassar.
“Pertama, perluas Ruang Terbuka Hijau. Kedua, merawat dan menjaga Daerah Aliran Sungai Tallo, Jeneberang, dan Maros. Ketiga, menerapkan Pajak ‘Progresif’ Penggunaan Air Tanah dan Air Permukaan bagi Industri skala Besar. Keempat, memperbaiki Pelayanan, Tata Kelola, dan Distribusi Air Bersih. Dan Kelima Membuat atau menyiapkan Dokumen Perencanaan Adaptasi dan Mitigasi dalam Menghadapi Krisis Air dan Perubahan Iklim,” ujarnya.
Diketahui kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pihak diantaranya perwakilan warga dari tiga kelurahan (Buloa, Tallo, dan Kaluku Bodoa), Dinas PU Kota Makassar, PDAM Kota Makassar, Sekretaris Camat Tallo, Direktur Pusat Kajian dan Rekayasa Sumber Daya Air Unhas, dan beberapa jaringan organisasi masyarakat sipil di Kota Makassar.
Editor:Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar