RT - readtimes.id

Wisuda dengan Predikat Cumlaude, Agum Trianto Gunawan Ajak Unhas Lebih Inklusif

Readtimes.id– Agum Trianto Gunawan, mahasiswa disabilitas Program Studi Magister Manajemen Universitas Hasanuddin (Unhas), resmi diwisuda dengan predikat cumlaude . Agum menjadi salah satu wisudawan yang menonjol karena pencapaiannya diraih di tengah berbagai keterbatasan fisik dan sosial.

Agum mengalami disabilitas akibat kecelakaan pada Desember 2008. Meski berasal dari keluarga broken home dan dibesarkan oleh nenek, ia mampu menyelesaikan studi magister dengan dukungan penuh beasiswa LPDP yang ia peroleh pada tahun 2023.

“Tidak mudah menjalani dan mendapatkan itu semua. Ada usaha dan doa yang selalu dipanjatkan untuk meraih beasiswa tersebut. Alhamdulillah, saya lulus one shoot LPDP,” ungkap Agum.

Selama studi di Unhas, Agum mulai mengenal layanan disabilitas kampus yang dikelola oleh Pusat Disabilitas (Pusdis). Setelah bergabung dan bertemu langsung dengan Kepala Pusdis, Ishak Salim, Agum aktif sebagai relawan dalam berbagai kegiatan kampus yang mendukung mahasiswa difabel.

Melalui Pusdis, Agum belajar mengenai etika disabilitas, aksesibilitas, dan pentingnya lingkungan inklusif. Ia mengaku baru pertama kali berinteraksi dengan berbagai jenis disabilitas seperti Tuli, netra, cerebral palsy, ADHD, dan difabel ganda.

“Berinteraksi dengan sesama difabel menjadi babak penting dalam hidup saya. Meskipun saya sendiri difabel, sebelumnya saya masih bergulat dengan narasi keterbatasan yang sering menjadi stigma,” ujarnya.

Sebagai relawan, Agum menjalankan berbagai tugas layanan disabilitas seperti aksesibilitas, mobilisasi, dan mediasi. Ia juga membantu menyusun jadwal asistensi belajar bagi mahasiswa disabilitas berdasarkan KRS dan ketersediaan relawan.

Namun, tantangan masih kerap dihadapi. Beberapa gedung di kampus Unhas dinilai belum ramah difabel. Di antaranya adalah ramp yang tidak sesuai standar, gedung lantai tiga tanpa lift, WC disabilitas yang terkunci atau beralih fungsi, serta akses jalan yang rusak.

“Sedih rasanya kami diterima di kampus ini, tapi fasilitasnya belum sepenuhnya inklusif,” ucapnya.

Meski begitu, Pusdis terus berupaya mendorong perubahan. Salah satu langkahnya adalah melakukan mediasi ke sejumlah fakultas. Hasilnya, beberapa perbaikan telah dilakukan, seperti audit aksesibilitas oleh FKM dan pembangunan ramp standar oleh FISIP.

Dalam waktu dekat, Pusdis juga akan mengadakan pelatihan untuk dosen-dosen di program studi yang memiliki mahasiswa disabilitas. Pelatihan ini mencakup materi mengenai perspektif disabilitas, etika berinteraksi, serta penyusunan RPS ramah difabel.

Melalui pengalamannya, Agum mengajak semua pihak di kampus untuk mengubah cara pandang terhadap difabel.

“Tolong jangan tatap kami seperti pasien yang perlu disembuhkan. Kita semua sama—belajar di tempat yang sama, mengejar cita-cita yang sama,” tegasnya.

Ia juga mengajak mahasiswa disabilitas lainnya untuk terus memperjuangkan hak atas pendidikan dan menjadi agen perubahan dalam mewujudkan kampus yang lebih inklusif.

Editor: Ramdha Mawaddha

Ona Mariani

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: