Readtimes.id– Dipercaya kembali oleh publik Tanah Air untuk kedua kalinya menduduki kursi RI satu mengharuskan Jokowi berganti wakil. Datang dari latar belakang berbeda, membuat gaya komunikasi para wakil Jokowi pun memiliki ciri khas.
Di periode pertama (2014-2019) misalnya, mantan Wali Kota Solo itu didampingi Muhammad Jusuf Kalla, seorang pengusaha asal Sulawesi Selatan yang malang melintang dalam mengelola berbagai macam bisnis keluarga.
Tidak dapat dihitung, mulai dari ekspor-impor, perhotelan, konstruksi, penjualan kendaraan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, kelapa sawit, dan telekomunikasi semua telah dijajal oleh mantan wakil Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Seperti diketahui, sebelum resmi menjadi wakil Jokowi, JK adalah Wakil Presiden RI ke-10 mendampingi SBY yang pada tahun 2004 mencetak sejarah memenangkan pagelaran pemilu langsung pertama di Tanah Air. Selain itu, ia menjabat Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Akbar Tanjung pada tahun 2004 hingga 2009 serta ketua di beberapa organisasi besar membuat JK tidak hanya piawai dalam bisnis melainkan juga dalam hal politik.
“Pengalaman lapangan itu yang kemudian membentuk gaya komunikasi politik JK yang terkadang bisa tegas juga lembut menyesuaikan situasi,” terang Hasrullah, pakar komunikasi politik Universitas Hasanuddin.
Akademisi yang pernah menjadikan JK sebagai narasumber kunci dalam penelitianya tentang konflik Poso ini, mengaku jika keluwesan gaya komunikasi politik JK juga dapat dilihat dari bagaimana perannya menyusun resolusi konflik antarkelompok yang tengah bertikai di daerah-daerah Tanah Air.
Menerapkan model komunikasi “ulang-alik” atau komunikasi tidak henti-hentinya dalam mengentaskan sebuah persoalan adalah ciri khas komunikasi politik JK, menurut Hasrullah.
Kepiawaian melakukan negosiasi dalam pengentasan konflik menahun yang menjadi isu nasional dan membantu presiden dalam berbagai program strategis tak ayal membuat JK tidak pernah luput dari pemberitaan media. Tak heran namanya tetap diperhitungkan sekalipun telah pensiun.
Beda JK, beda pula Ma’ruf Amin, wakil Jokowi di periode kedua. Berlatar belakang seorang kiai NU dari Jawa membuat gaya komunikasi politik Ma’ruf Amin cenderung santun, terang Hasrullah kepada readtimes.id.
Hal ini dapat dilihat dari caranya merespon setiap isu yang berkembang di dalam maupun luar istana, yang tidak pernah nampak berapi-api sekalipun itu menyangkut tentang pribadinya.
“Ma’ruf Amin sosok kiai yang diam, tenang tapi penuh selidik,” tukas Hasrullah menjelaskan lebih jauh gaya komunikasi Ketua Umum Non-Aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Gaya komunikasi yang tidak jarang menimbulkan tanya publik terkait peran Ma’ruf Amin dalam kabinet kerja Jokowi.
” The King of Silence” adalah julukan yang kemudian disematkan oleh para mahasiswa untuk dosen Universitas Nahdlatul Ulama ini.
Keterbatasan pemberitaan terkait Ma’ruf Amin cenderung membuat publik tidak mengetahui bahwa ia tengah menjalankan tugas khusus dari Presiden dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Ari Junaedi, mantan wartawan yang pernah bertugas di kantor wakil presiden era Hamzah Haz dalam wawancaranya dengan JPNN mengatakan, bahwa hal ini tidak lain disebabkan oleh pengemasan isu yang dilakukan oleh tim wapres tidak maksimal sehingga media massa tidak memberi porsi lebih pada Ma’ruf Amin.
Terlepas dari gaya komunikasi antar wapres yang berbeda-beda, pada dasarnya yang perlu diingat sejatinya Presiden membutuhkan wakil yang cakap dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan yang begitu kompleks.
Namun, nampaknya ritme kerja yang demikian sulit terwujud apabila pasangan capres dan wapres masih mengikuti kemauan partai yang cenderung pragmatis, dimana memasangkan calon bukan karena kesamaan visi dan misi melainkan hitung-hitungan menang dan kalah.
Tambahkan Komentar