Readtimes.id– Sebagai negara paling dermawan di dunia, dengan skor World Giving Index mencapai angka 69 persen, wajar bila aktivitas menyumbang adalah hal yang biasa di negara ini.
Namun menjadi tidak biasa ketika jumlahnya sangat fantastis dan menjadi harapan publik di saat menghadapi krisis. Dan menjadi lebih tidak biasa lagi ketika ternyata sumbangan itu fiktif belaka.
Sumbangan Rp2 triliun milik almarhum Akidi Tio kepada Kapolda Sumatera Selatan untuk menangani Covid-19 yang santer dikabarkan oleh media hingga saat ini seperti yang diketahui belum menunjukkan adanya kepastian, namun justru menyisakan tanya bagi sumbangan yang secara tidak langsung menambah jumlah kisah sumbangan fiktif di Tanah Air, dimana melibatkan nama pejabat publik. Itu adalah terkait motif para pelaku donatur bodong ini dalam menjalankan aksinya. Dan mengapa para pejabat publik juga tidak kunjung belajar dari pengalaman yang berulang pada situasi-situasi tertentu.
Baca Juga : Prank Kedermawanan Di Tengah Krisis Negara
Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, atau dikenal dengan Adrianus Meliala, seorang kriminolog Universitas Indonesia mengungkap bahwa para pelaku ini memiliki sebuah fantasi yang cenderung tidak bisa dikendalikan oleh dirinya untuk ditampilkan di hadapan publik.
“Dan ini semakin mendapatkan jalan ketika bertemu dengan para pejabat publik yang secara bersamaan juga ingin segera punya nama,” terangnya kepada readtimes.id.
Pihaknya juga menyayangkan sikap para pejabat publik yang terkesan sangat terburu-buru dalam mempublikasi informasi bantuan yang sejatinya belum dapat dibuktikan secara pasti kebenarannya. Terlebih disaat masyarakat sangat membutuhkan bantuan itu.
Dan dalam kasus serupa, menurut pria yang menyelesaikan studi kriminologinya di Univerisity of Queensland Australia ini, tindakan pemberian sumbangan fiktif tersebut dapat dikategorikan tindakan kriminal, karena masuk dalam kategori melanggar aturan.
“Bisa, karena meskipun belum ada yang dirugikan secara materi, namun dengan tindakan pelaku yang sudah masuk dalam ruang publik itu, di mana telah berhasil menciptakan informasi hoaks dan membuat kegaduhan atau onar,” tambahnya.
Kendati demikian, untuk menangani kasus seperti ini, pihaknya menghimbau agar aparat kepolisian harus lebih teliti. Yakni dengan mendalami secara betul motif pelaku, di samping memperhatikan unsur luar seperti keterlibatan pejabat publik yang dalam hal ini begitu mudah mempublikasikan segala sesuatu yang belum tervalidasi.
3 Komentar