Readtimes.id– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersuara mendukung upaya pemerintah menyusun Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR).
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menilai, ketetapan itu diperlukan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu secara ekstrayudisial.
“Itu dibutuhkan terutama ketika pemerintah sudah memulai suatu inisiatif menggulirkan kebijakan non yudisial. Nah, yang sekarang itu kan landasannya masih keppres dan inpres dengan jangka waktu yang sangat terbatas hanya bulan Desember tahun ini,” kata Atnike saat ditemui wartawan di Warung Kopi Seduh, Jakarta Selatan, Jumat (21/7).
UU yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 itu juga disinyalir tidak mengakhiri proses peradilan dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat sebelumnya. Bahkan, dikatakan bahwa peraturan ini melengkapi perangkat hukum yang digunakan untuk memerangi pelanggaran berat hak asasi manusia.
“Fungsi dari KKR itu berbeda dari pengadilan. Idealnya dia tidak didesain untuk meniadakan pengadilan tetapi untuk melengkapi aspek-aspek pengadilan seperti misalnya pengungkapan kebenaran, pencegahan keberulangan, itu yang tidak mungkin bisa dibahas dalam mekanisme pengadilan,” jelas Atnike.
Sebelumnya, pemerintah mengaku sedang membahas RUU KKR. Untuk mengubah aturan itu menjadi undang-undang, pemerintah mengaku tidak berniat mengembalikan pasal-pasal yang dianggap bermasalah oleh Mahkamah Konstitusi.
“Tentunya berdasarkan putusan MK itu kami pedomani hal yang sudah dibatalkan itu (untuk) jangan dimasukkan,” kata Dhahana Putra, Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM, saat ditemui wartawan di Grand Hotel Melia, Jakarta Selatan, Rabu (12/7)
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga telah mengambil langkah-langkah untuk memerangi mekanisme ekstrayudisial dalam penyelidikan pelanggaran HAM. Dia memimpin pembukaan resolusi ekstra yudisial pelanggaran HAM masa lalu di kawasan Rumah Geudong di Pidie, Aceh pada 27 Juni 2023. (HN)
Editor: Ramdha Mawaddha
1 Komentar