Readtimes.id- Industri penerbangan belum sepenuhnya pulih bahkan hingga awal 2021. Satu per satu pesawat kemudian mulai lepas landas meski dibayangi kabar lonjakan kasus positif Covid-19, sejak pandemi tersebut menerjang Indonesia pada Maret 2020.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan maskapai di seluruh dunia berguguran, diantaranya Garuda Indonesia, flag carrier Indonesia pun tidak luput dari kesulitan, apalagi maskapai-maskapai swasta nasional lainnya.
Sebelum pandemi Covid-19 merebak, tercatat 4,5 miliar penumpang melakukan penerbangan. Menurut catatan The Economist, majalah mingguan internasional terbitan Inggris, terdapat tidak kurang dari 100.000 penerbangan komersial berlangsung dalam satu hari.
Angka-angka itu menurun drastis begitu pademi melanda. Penurunannya tidak pernah terjadi dan bahkan tidak pernah diramalkan orang sebelumnya sepanjang sejarah.
Hingga industri penerbangan diramal masih dalam kondisi suram tahun 2021, khususnya penerbangan internasional. Namun, diperkirakan bisnis yang masih bisa berkembang yaitu dari penerbangan domestik. Pemulihan penerbangan internasional memerlukan waktu lebih lama.
Guna menekan penyebaran virus Corona awal 2020, sudah banyak negara yang menutup atau mengerem frekuensi penerbangan internasional. Sehingga di pada bulan Maret, April, Mei kelesuan industri penerbangan ini mulai terjadi.
Kajian CAPA (Centre for Asia-Pacific Aviation), lembaga konsultan dan analisis penerbangan yang berbasis di Sydney Australia, menjelaskan, tanpa bantuan yang diberikan pemerintah, lebih separuh dari 800 maskapai penerbangan di seluruh dunia akan mengalami kebangkrutan.
CAPA menyebut proyeksi keuntungan bisnis penerbangan di masa pandemi ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah.
Dr. Anas Iswanto Anwar, SE., MA selaku pengamat ekonomi Universitas Hasanuddin mengatakan, bisnis penerbangan Indonesia di tengah pandemi Covid-19 sangat tergantung pada mobilitas orang. Pertama adalah orang yang mau berwisata dan yang mau berbisnis.
Salah satu cara memutus mata rantai virus corona yaitu adanya lockdown dan PSBB. Karena banyak negara yang lockdown, banyak daerah yang PSBB sehingga mengakibatkan arus lalu lintas orang , arus lalu lintas barang, dan arus lalu lintas uang menjadi terdampak.
“Lockdown dan PSBB penyebab utama terpuruknya industri penerbangan di dunia khususnya di Indonesia. Selain itu penerapan protokol kesehatan, pembatasan perjalanan, sejumlah kota dan negara, turunnya angka perjalanan wisatawan, pelambatan ekonomi, perilaku hidup baru dalam bentuk virtual seperti rapat, pertemuan, seminar, workshop, hingga konferensi internasional,” ujarnya kepada readtimes.id, Selasa (12/1/2021)
Anas Iswanto Anwar menambahkan, perlu ada strategi yang dilakukan oleh maskapai untuk tetap bertahan. Seperti meningkatkan dan melayani angkutan kargo dan logistik, angkutan repatriasi, serta fokus pada angkutan penumpang dengan tujuan bisnis, serta optimalisasi angkutan carter untuk kalangan bisnis atau eksekutif.
Sebagai contoh Garuda sangat terpukul akibat tidak ada penerbangan Haji dan Umroh. Sehingga saat ini hanya bertumpu pada penerbangan domestik, dan pasar angkutan kargo.
Menjadi pelajaran untuk semua perusahaan, bahwa perlu adanya perencanaan keuangan dengan menyediakan dana cadangan untuk mengantisipasi hal tersebut. Perencanaan keuangan bukan hanya perusahaan tapi juga masyarakat.
“Harus menyediakan dana cadangan setiap saat, sebab musibah dan wabah tidak bisa diprediksi kapan terjadi. Kalau begini apa boleh buat. Memarkirkan kendaraan dan tidak ada pendapatan, jadi dampaknya terhadap pengurangan kesempatan kerja, PHK terjadi. Sehingga pemerintah bisa masuk dengan memberikan bantuan sosial ,” tambahnya.
Pada tahun 2020 jumlah penumpang kedatangan mencapai 37.174.390 orang, dimana 90% atau 33.636.091 orang berasal dari penerbangan domestik sedangkan sisanya 10% atau 3.538.299 orang penerbangan internasional.
Namun, hal beda bisa terjadi bila program vaksinasi yang dilakukan awal tahun 2021 berhasil dijalankan dan mampu mencegah penularan Covid-19, termasuk kemampuan pemerintah meyakinkan kepada publik bahwa varian virus baru tidak masuk ke Indonesia.
Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional atau IATA memprediksi bahwa pemulihan global untuk industri penerbangan terjadi pada 2021 hingga 2024.
Tambahkan Komentar