Readtimes.id– Badai politik yang sempat menerjang tubuh Partai Demokrat dan menyita perhatian publik pada bulan februari lalu nyatanya belum benar-benar berakhir, bahkan kini semakin menguat ketika Moeldoko ( Kepala Staf Kepresidenan) benar-benar terpilih menjadi Ketua Partai dalam Konferensi Luar Biasa ( KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara belum lama ini.
Konferensi yang mayoritas digagas oleh mantan kader partai berlambang bintang mercy tersebut secara terang-terangan hendak menurunkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari singgasananya sebagai Ketua Umum.
Aminuddin Ilmar pakar hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin memandang bahwa hal tersebut sejatinya merupakan sebuah fenomena yang biasa terjadi di partai di Indonesia namun akan menimbulkan persoalan ketika pemerintah melalui Kemenkumham ( Kementrian Hukum dan HAM ) menyetujui hasil dari KLB tersebut
” Bagi saya fenomena semacam ini adalah hal yang biasa saja terjadi di partai kita, namun akan menjadi persoalan ketika pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM melakukan pengabsahan terhadap KLB Itu” terangnya dalam diskusi dan bedah buku Hukum Tata Pemerintahan yang diselenggarakan oleh Indonesia Development Engineering Consultant (IDEC ) di Warkop Kopi Ide, (Sabtu 6 Maret 2021)
Pihaknya memandang kalau pun Pemerintah melalui Kemenkumham melakukan pengabsahan tentu harus mengacu pada konstitusi seperti yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( AD/ART) yang membenarkan terlaksananya KLB jika memenuhi syarat ; atas permintaan Majelis Tinggi Partai atau sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 1/2 (satu per dua) dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC) serta disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai ( pasal 81 ayat 4).
Jika tidak tentu ini akan melanggar konstitusi seperti yang tertuang dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 2011, tentang partai politik yang mengatur secara tegas dan jelas bagaimana kelembagaan partai politik berjalan. Dalam undang-undang tersebut, jelas mencantumkan AD/ART sebagai peraturan dasar sekaligus hasil keputusan forum tertinggi sebuah partai politik untuk ditaati.
Seperti yang diketahui menurut kongres ke-V Partai Demokrat pada bulan Maret tahun 2020 berdasarkan AD/ART secara sah mengakui Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum.
Namun terlepas dari itu memang fenomena kudeta partai politik di tanah air bukan kali ini terjadi sehingga kemudian wajar jika para pakar atau pengamat politik menyebut itu sebagai sebuah fenomena yang biasa saja. Sebelumnya kasus serupa juga pernah dialami oleh PDI-P dan Partai Berkarya dimana pemerintah sebagai pihak eksternal juga terlibat di dalamnya.
Melalui KLB Megawati juga pernah dikudeta sebagai Ketua Umum PDI-P setelah beberapa kader partai yang pada saat itu mendapatkan dukungan dari Soeharto memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum yang berujung pada terjadinya peristiwa Kudatuli ( Kerusuhan 27 Juli) tahun 1996.
Sementara itu Tommy Soeharto juga harus menelan pil pahit yang sama ketika Yasonna Laoly melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-17.AH.11.01 Tahun 2020 mengesahkan struktur kepengurusan baru Partai Berkarya hasil munaslub, dimana menempatkan Muchdi Purwoprandjono yang tak lain adalah bekas Ketua Dewan Kehormatan Partai Berkarya menjadi Ketua Umum.
Lantas kali ini kemana Jokowi akan memberikan restunya?
2 Komentar