RT - readtimes.id

Belajar dari Kecelakaan Maut Balikpapan, Penting Uji Kelayakan Kendaraan

Readtimes.id—Kasus kecelakaan lalu lintas menjadi penyumbang angka kematian terbesar ketiga di Indonesia. Kecelakaan maut ini didominasi truk dan bus sebagai kasus kecelakaan terbesar nomor dua setelah sepeda motor. Rata-rata performa buruk kendaraanlah yang jadi penyebabnya.

Teranyar, kecelakaan beruntun terjadi di Balikpapan pada 21 Januari lalu. Ada empat orang meninggal dunia dan sejumlah mobil rusak parah tak terselamatkan akibat tertabrak truk pengangkut kapur penjernih air, dengan dugaan gagal rem.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga mengakui masih butuh upaya peningkatan keselamatan lalu lintas. Angkutan orang (bus) dan angkutan barang (truk) merupakan jenis kecelakaan ketiga terbesar setelah sepeda motor dan mobil.

“Tingginya angka kecelakaan kendaraan angkutan umum baik kendaraan angkutan penumpang maupun barang lebih sering diakibatkan oleh kegagalan pengereman dan atau rem blong pada jalan menurun atau berkelok,” kata Budi melalui keterangan resmi.

Olehnya perlu ada kerja sama antara pihak seperti regulator, operator, pengemudi, hingga masyarakat. Penanganan pascaberkendara penting supaya angka kecelakaan yang menyebabkan korban jiwa dapat ditekan.

Baca Juga : Warna Pelat Kendaraan Putih Dimulai Tahun Ini

Dari kasus simpang Balikpapan ini, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang mengatakan, selain memang pelanggaran rambu lalu lintas, kecelakaan maut tersebut diakibatkan kurangnya pengecekan kelayakan truk.

Untuk kasus rem blong atau indikasi kegagalan rem seperti yang terjadi di Kecelakaan Balikpapan, Deddy mengatakan hal tersebut bisa disebabkan karena sarana kendaraan tua, muatan over dimension over loading (ODOL) pada truk.

“Banyak truk yang harusnya menampung 10 ton misalnya tetapi diisi dengan 30 ton kan ODOL, ini bisa menyebabkan rem blong meski performa kendaraan masih baik,” jelas Deddy.

Untuk pengawasan kendaraan bermuatan besar tersebut, selain diperlukan kerja sama dan koordinasi antara pemilik kendaraan dan pengemudi, Deddy mengatakan pemilik kendaraan juga perlu melakukan pengecekan KIR secara berkala di Dinas perhubungan (Dishub). Selanjutnya kerja sama antar kepolisian dilakukan saat terjadi pelanggaran di jalan.

Uji KIR merupakan serangkaian pemeriksaan oleh Dishub, bagian-bagian kendaraan bermotor sebagai tanda bahwa kendaraan tersebut layak dikendarai di jalan raya, khususnya bagi kendaraan yang membawa angkutan penumpang dan barang.

“Kendaraan harus melalui uji KIR dari Dishub, ketika terjadi pelanggaran dan Kecelakaan di jalan polisi bisa menindak,” jelasnya.

Dirjen Perhubungan Darat Budi Setyadi dalam paparannya menyebutkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sebanyak 61% kecelakaan terjadi karena faktor manusia, 30% faktor sarana prasarana, dan 9% faktor pemenuhan persyaratan layak jalan.

Perilaku pengemudi menjadi penyebab kecelakaan mulai dari tidak menguasai kendaraan, seperti pengereman, tidak menjaga jarak, ceroboh saat belok, ceroboh saat mendahului kendaraan lain, dan melebihi batas.

Deddy mengatakan dari Kasus seperti ini, pemilik kendaraan sebenarnya juga bisa disalahkan karena tetap mengizinkan pengemudi berkendara dengan kondisi kendaraan yang tidak baik, tetapi regulasi di Indonesia belum mengatur hukum bagi pemilik kendaraan.

“Pemilik/owner kendaraan sebenarnya bisa dikenakan pelanggaran terkait kondisi kendaraan tetapi Menurut UU 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan belum ada klausul owner bersalah, selalu tersangka adalah driver jadi kelemahannya juga ada di regulasi kita,” jelasnya.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: