Readtimes.id–Wacana pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan amandemen UUD NRI 1945 mendapatkan penolakan oleh mayoritas fraksi di parlemen.
Sekalipun dipandang penting untuk negara sebesar Indonesia memiliki haluan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam menentukan arah pembangunan, namun tidak semua fraksi di parlemen lantas sepakat dengan rencana amandemen UUD 1945. Usulan Ketua MPR Bambang Soesatyo untuk segera membentuk PPHN dalam waktu dekat ini pun masih menjadi pro kontra.
Sampai hari ini setidaknya ada tiga bentuk respon fraksi partai politik, yaitu menolak, mendukung dan mendukung dengan syarat. Adapun partai yang menolak adalah Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golkar. Sementara yang mendukung ada PDI Perjuangan. Dan yang mendukung dengan syarat adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), meskipun belakangan PKB tiba-tiba menyatakan belum memberikan sikap terhadap wacana amandemen terbatas.
“Sekarang kita ikuti perkembangan nanti, arahan ketua umum, diskusi partai, begitu, tetapi ingin bahwa kalau memang amandemen itu terbatas tapi jangan membatasi yang lain,” terang Wakil Ketua MPR RI Fraksi PKB, Jazilul Fawaid pada media.
Adapun alasan penolakan dari partai- partai di parlemen, mayoritas terfokus pada dua hal yakni pembahasan PPHN belum mendesak karena negara sedang dilanda pandemi, serta amandemen konstitusi yang dikhawatirkan akan membuka “kotak pandora”. Yakni berpotensi mengubah sejumlah pasal, termasuk penambahan masa jabatan Presiden.
Sementara itu untuk fraksi yang mendukung dengan syarat, juga masih mewanti-wanti agar nantinya amandemen UUD 1945 benar-benar dilakukan secara terbatas dan tidak melebar kemana -mana.
Baca Juga : Amandemen UUD 1945, Lagi ?
Pakar politik Universitas Hasanuddin, Sukri, dalam keterangannya kepada readtimes.id menyampaikan bahwa perbedaan sikap partai politik dalam menyikapi pembentukan PPHN maupun amandemen UUD NRI 1945 tidak lain sangat bergantung pada agenda kepentingan masing-masing partai dalam parlemen.
“Akan ada perubahan sistem yang paling dasar ketika amandemen UUD NRI 1945 dilakukan, dimana ke depan secara tidak langsung akan mempengaruhi kerja-kerja kepartaian. Sehingga jelas partai-partai dalam fraksi di DPR hari ini akan membuat sebuah keputusan yang ke depan tidak akan menyulitkan mereka” terangnya.
Wacana Presiden tiga periode yang berembus bersamaan dengan dimasukkannya PPHN dalam UUD NRI 1945 misalnya, adalah salah satu hal yang diwaspadai parpol karena dapat berpotensi mengubah konstelasi politik di 2024, yang dapat mengancam posisi sejumlah figur yang sebelumnya diwacanakan akan diusung oleh partai tertentu.
Begitu pula dengan wacana menguatnya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang belakangan juga santer dikabarkan, dimana tentu akan dipertimbangkan parpol yang mayoritas mendudukkan para wakilnya di DPR.
“Jika DPD diperkuat, tentu ke depan tidak mustahil jika sebagian kewenangan DPR juga akan dikerjakan oleh DPD. Nah, apakah kemudian seluruh fraksi di parlemen siap dengan mekanisme baru tersebut nantinya? Tentu ini akan jadi bahan pertimbangan,” tambahnya.
Lebih jauh, pria yang menyelesaikan gelar doktornya di Bonn University, Jerman, ini memandang wacana pembentukan PPHN atau bahkan amandemen UUD 1945 ini bisa jadi hanya berakhir sebagai wacana tanpa tindak lanjut lebih jauh.
Namun, menjadi hal yang perlu diseriusi oleh sejumlah fraksi ketika memperhatikan sosok di balik bergulirnya wacana tersebut. Bambang Soesatyo, Ketua MPR-RI, sosok politisi yang cukup diperhitungkan di Tanah Air dengan sejumlah jabatan yang melekat pada dirinya. Sosok yang kini bahkan rela melawan partainya sendiri dalam persoalan PPHN. Sosok yang juga dipastikan hampir tidak mungkin tidak membuat perhitungan politik atas setiap wacana yang dibuatnya.
Tambahkan Komentar