Readtimes.id– Akhir-akhir ini begitu banyak aturan dan informasi terkait perdagangan aset uang kripto (cryptocurrency). Banjir informasi tersebut membuat masyarakat kebingungan dengan bagaimana sebenarnya regulasi dari perdagangan aset uang kripto.
Mulai dari fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah, kemudian aturan pajaknya dan aturan teranyar dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang melarang keras campur tangan lembaga jasa keuangan dalam segala bentuk aktivitas perdagangan aset uang kripto di Indonesia.
Meski demikian, Indonesia masih mendukung masyarakat untuk melakukan investasi dengan kripto. Hal ini dibuktikan dengan rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam waktu dekat akan mendirikan bursa untuk kripto.
Kendati demikian, banyak masyarakat merasa kebingungan, perdagangan aset uang kripto di satu sisi nampak seperti dibatasi, namun juga di sisi lain masyarakat didukung untuk berinvestasi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa larangan jasa keuangan untuk memfasilitasi perdagangan kripto tersebut mencakup aksi seperti menggunakan, memasarkan, serta memfasilitasi kegiatan jual beli aset kripto.
“OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto,” tulis akun @ojkindonesia.
Saat ini segala jenis pengawasan dan pengaturan atas aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan wajar saja OJK mengeluarkan pernyataan tersebut lantaran OJK sendiri menganggap bahwa saat ini triliunan uang masyarakat yang hilang tertipu investasi kripto ilegal.
“Yang ditakutkan juga adalah adanya skema ponzi (investasi bodong), wajar OJK memberi pernyataan seperti itu,” ungkap Ibrahim.
Hal ini disebabkan aset kripto merupakan jenis komoditas yang memiliki fluktuasi nilai yang tidak menentu, sehingga nilainya dapat naik dan turun secara tiba-tiba.
“Secara terpisah Kementerian Keuangan sebagai induk dari OJK sendiri malah mengisyaratkan agar masyarakat yang melakukan investasi di kripto, kemudian harus ada pajaknya karena itu salah satu pendapatan negara, ini mungkin yang rancu di masyarakat,” ungkap Ibrahim.
Baca Juga : Fenomena Aset Digital dan Urgensi Pajak Khusus
Ibrahim juga mengatakan, kripto ini dianggap
Kemendag sebagai bisnis yang harus dijalankan. Dalam kondisi pandemi Covid-19 Indonesia saat ini butuh biaya cukup besar sehingga harus bisa mengakomodasi kripto ini sebagai alat investasi.
Bank Indonesia (BI) juga mengungkapkan larangan perdagangan aset uang kripto. Meski demikian BI menyatakan cryptocurrency masih diperbolehkan digunakan sebagai bentuk instrumen investasi.
Untuk mendukung pengembangan kripto sebagai investasi di Indonesia, Kemendag dalam waktu dekat akan mendirikan bursa untuk kripto. Bursa kripto didirikan guna menghidupkan dan membuat ekosistem aset yang baik.
Ibrahim mengatakan kripto dianggap masih illegal. Dengan abu-abunya kripto ini banyak perusahaan yang menjamur, nantinya regulasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akan mewajibkan perusahaan kripto itu harus menyetorkan Rp 50 miliar.
“Nah, ini yang akan mengerucutkan perusahaan-perusahaan kita itu akan terseleksi sendiri. Ada berapa yang bisa menyetorkan dana ke Bappebti, sehingga memberantas perusahaan investasi bodong,” jelasnya.
Fatwa Haram dari MUI
MUI telah mengharamkan penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran. Penggunaan kripto sebagai mata uang, hukumnya haram. Ini ditetapkan dalam Forum Ijtima Ulama pada November 2021 lalu.
Menurut Ibrahim keputusan MUI itu sebenarnya sejalan dengan pemerintah.
“Artinya, yang dilarang adalah transaksi sebagai mata uang,” katanya.
Muhammadiyah dan MUI tampaknya sepakat bahwa aset kripto mengandung gharar dan dharar. Namun, MUI secara khusus menilai adanya unsur qimar alias judi pada aset kripto.
Selain itu, cryptocurrency juga tidak memenuhi syarat jual beli secara syariah, terutama wujud fisik dan nilai yang pasti.
Selain dari segi agama, MUI juga menilai aset kripto bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.
“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015,” tulis MUI dalam fatwanya.
Tambahkan Komentar