RT - readtimes.id

Eksepsi Sambo

Readtimes.id– Kasus pembunuhan berencana dengan tersangka utama Ferdy Sambo terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat memasuki babak baru, Senin, (17/10). Di Ruang Sidang Utama Kelas 1A Khusus, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ferdy Sambo bersama tersangka lainnya menjalani sidang perdana.

Sejumlah dakwaan dibacakan oleh Jaksa penuntut umum (JPU). Diantaranya tidak ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi. Putri mengucapkan terima kasih kepada Bharada Richard setelah Yosua dibunuh, Sambo menembak kepala Yosua saat masih mengerang kesakitan, dan Sambo memerintahkan bawahannya untuk mengamankan CCTV.

Menanggapi dakwaan tersebut, Sambo melalui kuasa hukumnya langsung membacakan eksepsi atau nota keberatan terhadap surat dakwaan yang telah dibacakan JPU pada sidang sesi kedua.

JPU pun mengaku dibuat takjub oleh Ferdy Sambo. Pasalnya, Ferdy Sambo langsung mengajukan keberatan atau eksepsi di hari yang sama dengan pembacaan dakwaan.

“Terima kasih Yang Mulia, sebenarnya kami perlu sampaikan hari ini dibuat takjub oleh penasihat hukum. Begitu kami sampaikan dakwaan sudah menyampaikan eksepsi,” kata jaksa.

Kendati demikian, jaksa menilai wajar, mengingat surat dakwaan terkait perkara pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat memang diserahkan ke penasihat hukum dan terdakwa satu minggu sebelum sidang dimulai.

Sementara itu dalam eksepsinya, Sambo melalui kuasa hukumnya menyatakan keberatan karena surat dakwaan dinilai kabur atau obscuur libel karena hanya didasarkan pada satu keterangan saksi yaitu Richard Eliezer

Selain itu, JPU juga dinilai tidak cermat dalam menyusun surat dakwaan, yakni dengan tidak menguraikan peristiwa secara utuh, seperti rangkaian peristiwa yang terjadi di rumah Magelang.

Jaksa Penuntut Umum pun juga dinilai menyimpang dari ketentuan hukum, karena menyusun dakwaan dengan melakukan pemecahan penuntutan (splitsing) atas satu perkara tindak pidana.

“Pemisahan penuntutan perkara (splitsing) dalam perkara a quo tidak tepat dan jelas bertentangan dengan hak asasi terdakwa. Splitsing hanya dapat dilakukan pada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka dan bukannya pada satu tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka,” kata kuasa hukum.

Dewi Purnamasakty

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: