Readtimes.id- Segenap tim Ducati Lenovo Team berlompatan dan berpelukan ketika pembalap mereka, Francesco “Pecco” Bagnaia berhasil melewati garis finis. Walau hanya sanggup berada di peringkat 9 pada balapan di sirkuit Ricardo Tormo, Bagnaia tetap berhak atas gelar juara MotoGP 2022 karena berhasil kumpulkan poin total terbanyak.
Sejatinya, Bagnaia punya koleksi kemenangan yang sangat jomplang jika dibandingkan dengan sang peringkat dua klasemen, Fabio Quartararo. Jika pria Italia berhasil raup 7 kemenangan, maka sang rival cukup koleksi 3 kali juara balapan untuk memberikan perlawanan kepada sang juara.
Meski demikian, pembalap Prancis tetap mampu memimpin klasemen hingga jelang GP Australia karena punya performa konsisten ketika Bagnaia kesulitan untuk sekadar bisa finis.
Kunci keberhasilan
Salah satu biang masalah dari performa naik turun Bagnaia pada musim ini adalah konsistensi mesin Ducati. Selain menghadirkan kekuatan yang luar biasa, mesin tim asal Italia tersebut juga datang dengan tuntutan kontrol yang luar biasa oleh para joki. Terbukti, sang juara saja harus gagal finis sebanyak 5 kali dari 10 balapan pertama musim ini.
Namun, jeda musim panas yang hadir di tengah tahun menjadi momentum sang pembalap. Di tengah teriknya matahari musim panas, Bagnaia tetap berlatih dengan menggeber Ducati Desmosedici GP-nya di atas lintasan Assen. Pada bulan Juli, ia bertekad untuk mengejar defisit 91 poin dari Fabio Quartararo.
Latihan yang dilakukan Bagnaia bukan hanya tentang dirinya sendiri. Selain tingkatkan kemampuan sang pembalap dalam menggeber motornya, latihan keras yang diambilnya juga ditujukan untuk memberikan data kepada tim teknisi untuk tingkatkan performa motornya.
Layaknya sebuah tim sepak bola yang mengejar juara, Bagnaia adalah para pesepak bola yang terus berlatih untuk meningkatkan skill dan kemampuan fisiknya. Sedangkan para teknisi di belakang layarnya adalah tim pelatih yang mengumpulkan data dan mempersiapkan strategi untuk membimbing tim menuju juara. Maka kombinasi antara motor yang hebat dan pembalap yang siap adalah ganjaran gelar juara.
Pentingnya Konsistensi
Pelatihan intensif yang dilakukan Bagnaia pada pertengahan musim sejatinya tidak hanya berarti untuk memberikan data telemetri kepada tim atau untuk tingkatkan performanya, tetapi juga untuk mengasah kemampuannya dalam bertahan di posisi puncak. Itu dikarenakan prestasi Bagnaia yang hanya punya 2 pilihan pada paruh pertama musim, juara atau tidak finis sama sekali.
Inkonsistensi Bagnaia pada akhirnya menjadi keberuntungan bagi sang rival, Fabio Quartararo dengan motor Yamahanya yang performanya kalah jauh jika dibandingkan dengan milik Ducati. Namun, meski kondisi motor Yamaha terbilang menyedihkan, Quartararo tetap mampu unggul jauh karena selalu bisa finis di posisi depan, berbanding terbalik dengan Pecco yang gagal finis 5 kali dari 10 balapan yang dilalui di paruh pertama.
Pelatihan intensif yang diambil Bagnaia pada akhirnya segera berbuah hasil, ia segera mendapat juara pada GP Inggris. Tidak berhenti sampai di situ, konsistensi yang menjadi kelemahannya pada bagian awal pun segera bisa diatasi dan membuat keberuntungan berpihak kepadanya. Pada akhirnya, kombinasi antara mesin yang mendominasi, tim yang solid, pembalap yang mumpuni, dan konsistensi menjadi kunci keberhasilan bagi seorang Francesco Bagnaia untuk menyudahi puasa juara Ducati.
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar