Readtimes.id – Bencana alam dan non alam tentu menimbulkan pengaruh terhadap perekonomian daerah dan nasional. Meluasnya wabah Covid-19 telah mengguncang dunia, bukan hanya masalah kesehatan publik, tetapi sektor ekonomi, bisnis, keuangan, sosial dan psikososial. Belum lagi gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan gunung meletus melanda Indonesia.
Saat ini, bencana alam dan non alam menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan dalam perekonomian Indonesia.
Dalam lingkup daerah dan negara, potensi tekanan pada pembangunan sebagai akibat dari meningkatnya belanja publik dan akan meningkat pada mitigasi bencana serta menurunnya potensi pembangunan. Menurunnya kegiatan ekonomi sebagai kerugian yang ditanggung akibat bencana.
Pada wilayah rawan bencana akan menjadi daerah disintensif untuk investor baru. Bencana juga akan mengurangi kemampuan pemerintah dalam berinvestasi pada proyek-proyek pembangunan, sebab menurunnya basis pajak sebagai akibat dari kegagalan peluang pengembangan dan produksi, beban tambahan mitigasi bencana, pengolahan bantuan dan rekonstruksi.
Dr. Anas Iswanto Anwar, SE., MA, pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin mengatakan, pendemi Covid-19 dan bencana alam yang melanda Indonesia, mengakibatkan distribusi barang pasti terganggu, terhambat. Apabila distribusi barang terhambat maka akan berdampak terhadap inflasi.
Menurunnya daya beli masyarakat dan investasi yang tertunda akan berimplikasi pada pembangunan jangka panjang, menurunnya permintaan dan depresi di sektor produksi.
Adanya bencana, anggaran pemerintah akan bertambah, beban APBN dan APBD semakin berat, karena disatu sisi pandemi Covid-19 pengeluaran yang besar, kemudian ditambah lagi gempa bumi, banjir, longsor dan gunung meletus. Hal ini membuat penerimaan atau pemasukan negara berkurang.
“Penerimaan berkurang, karena pajak pasti berkurang dan tidak ada pariwisata dan sebagainya. Maka tentu saja akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama ini orang berpikir, memprediksi bahwa di awal tahun 2021 ini sudah mulai membaik, tapi itu perlu dikoreksi lagi. Sebab begitu banyak yang tidak bisa diprediksi, seperti bencana yang melanda tidak bisa diprediksi kapan terjadi,” ujarnya kepada readtimes.id Selasa (19 Januari 2020).
Menurut Anas Iswanto, adanya ketidakpastian perekonomian, sehingga peran pemerintah sangat dibutuhkan kembali mendorong sektor ekonomi bersama UMKM untuk segera bergerak agar menambah konsumsi terutama konsumsi produk-produk lokal.
Metode pencegahan penularan Covid-19 telah diterapkan di berbagai negara, mulai dari pembatasan sosial dan fisik, karantina rumah, penutupan perbatasan antarnegara, penghentian seluruh transportasi dan mobilitas manusia, sampai pada karantina masif (lockdown) satu wilayah, termasuk diberlakukannya peraturan jam malam yang dijaga aparat bersenjata di berbagai penjuru dunia.
Isu pandemi Covid-19 yang tengah melanda negeri ini, sangat sulit diprediksi. Pemerintah Indonesia belum pernah memiliki pengalaman menangani wabah dengan tingkat penularan tinggi macam Covid-19 ini.
Penanganan Covid-19 memang bukan perkara yang mudah dan sederhana. Hanya saja, setiap metode penanganan memiliki tingkat ketidakpastian yang berbeda. Dengan tidak menerapkan lockdown, misalnya, ketidakpastian terkait seberapa lama pandemi ini berlangsung menjadi lebih tinggi. Padahal, dampak ekonomi Covid-19 sangat bergantung pada durasi wabah itu berlangsung, semakin lama maka dampaknya akan semakin buruk.
Kebijakan anggaran pemerintah Indonesia di masa pandemi Covid-19 mengalami perubahan sangat dinamis. Bila di 2018 pemerintah sangat bangga dengan APBN tanpa perubahan, yang berarti perencanaan anggarannya mendekati kenyataan.
Perubahan nampak pada postur Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Negara. Terjadi pelebaran defisit anggaran yang sangat signifikan, dari minus Rp307,22 triliun (1,76 persen) menjadi minus Rp1.039,21 triliun (6,34 persen) terhadap PDB. Konsekuensinya, pemerintah wajib memikirkan upaya menutup defisit anggaran, termasuk pembiayaan pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mengalami pembengkakan hingga 58 persen dari rencana semula.
Melemahnya ekonomi karena kondisi berkepanjangan dan ketidakpastian berakhirnya pandemi tentu akan menciptakan kelesuan ekonomi dan bisnis. Stimulus fiskal bisa diberikan pada wirausaha berbasis daring (online) yang sudah semakin banyak dikenal masyarakat selama masa PSBB.
Anggaran di pusat-pusat penghasil pangan harus menstimulus peningkatan produk hasil pertanian lokal dan mendorong industri kecil makanan olahan yang diproduksi industri kecil dan menengah di daerah hal ini untuk menampung para pekerja yang kehilangan pekerjaan di kota-kota dan kembali bermukim di desa.
Kuadran terakhir yakni kuadran Penataan ulang prioritas kebijakan merupakan skenario paling optimis dalam menghadapi kebencanaan pandemi Covid-19. Skenario ini memperkirakan bahwa pandemi tidak lama berlangsung dan pemerintah masih memiliki kredibilitas kuat yang didukung solidaritas warga negara yang solid.
Skenario terakhir ini mendorong pemerintah untuk memangkas kegiatan birokrasi yang tidak perlu dan menajamkan prioritas pada perbaikan tata kelola kebencanaan dan kedaruratan serta menyiapkan anggaran pemulihan ekonomi dan bisnis masyarakat. Anggaran kebencanaan nantinya diutamakan untuk penemuan vaksin hasil temuan laboratorium dalam negeri yang dilanjutkan pemberian vaksinasi massal serta penyediaan alat uji cepat Covid-19 yang didistribusikan ke seluruh tanah air.
Sementara pada sisi penguatan jaring pengaman sosial, perlu penataan pemberian bantuan pada warga masyarakat yang benar-benar menderita akibat stagnasi ekonomi selama pandemi. Namun tentu realitas ekonomi dunia juga tidak terlalu optimis sehingga perlu meningkatkan kepercayaan pada produk dalam negeri untuk menekan impor barang dan jasa dari negara lain.
Selain itu, anggaran juga perlu menstimulus kegiatan sektor informal dan usaha kecil menengah agar mampu memberi peluang penciptaan lapangan kerja baru atau mendorong kewirausahaan sesuai dengan minat warga masyarakat. Paket stimulus fiskal perlu disiapkan dan didukung relaksasi pada kewajiban utang pada kelompok pekerja dan wirausaha kecil dan menengah.
Relaksasi ini mencakup kemungkinan penjadwalan utang dan pengurangan beban bunga utang pada masyarakat golongan tidak mampu atau mereka yang rentan terhadap goncangan ekonomi.
Pada sisi moneter dan perbankan, pemerintah perlu menjamin tingkat inflasi yang relatif rendah dan tersedianya sirkulasi uang kartal secara terkendali. Pada skenario ini akan terjadi kesenjangan daya beli antara masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dengan yang berpenghasilan menengah ke bawah akibat telah terjadinya PHK yang cukup signifikan selama pandemi.
1 Komentar