RT - readtimes.id

Inilah Kekerasan yang Dialami Jurnalis Sepanjang 2020

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menghimpun data dari monitoring pemberitaan media, terkait aduan langsung hingga konfirmasi korban selama periode 1 Januari hingga 10 Desember 2020.

Jurnalis tidak hanya berisiko terhadap tindakan kekerasan, tapi juga berisiko cukup tinggi mendapatkan kecelakaan kerja saat meliput aksi demonstrasi.

Data yang dirilis LBH Pers, kekerasan terhadap jurnalis pada 2020 mengalami kenaikan 32 persen yang mencapai hingga 117 kasus. Tahun 2020 jumlah paling banyak terjadi pasca reformasi, dari 1998 sampai di era Jokowi melebihi angka 100 kasus hingga 2020.

LBH Pers menerima 55 pengaduan sepanjang tahun 2020. Kasus paling banyak terkait ketenagakerjaan 34 pengaduan, pidana 16 kasus, dan sengketa pers 1 kasus. Laporan LBH Pers ini dinilai konsisten dengan laporan organisasi lain yang menyoroti demokrasi dan HAM di Indonesia tahun 2020.

Beragam kekerasan jurnalis, yang selalu bersinggungan dengan aparat keamanan. Dalam rilis LBH Pers menyebutkan bahwa aparat dilapangan tidak menargetkan jurnalis, tetapi karena jurnalis sedang mendokumentasikan sebuah peristiwa kekerasan, maka mereka pun kerap turut menjadi sasaran kekerasan pula. Baik itu menghapus (file), alatnya dirampas, atau bahkan ditangkap itu terjadi.

Aksi demonstrasi Omnibus Law menjadi kasus terbanyak, lebih dari 70 kasus kekerasan jurnalis. Polisi menyumbang lebih dari kasus kekerasan tersebut. Terdapat juga pelaku kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI.

Aktor anonim menjadi pelaku kedua terbanyak kekerasan terhadap jurnalis. Angkanya sampai 12 kasus. Selain polisi dan aktor anonim ada juga jaksa, pengamanan sipil, kepala daerah, pejabat, kerabat pejabat, massa, pengusaha, perseorangan dan pengacara.

Pelaku kekerasan antara lain dilakukan oleh polisi sebanyak 76 kasus; TNI sebanyak 2 kasus; kepala daerah 4 kasus; pengusaha sebanyak 4 kasus; dan massa 5 kasus. Kekerasan terhadap jurnalis paling banyak terjadi di Jakarta 29 kasus dan Jawa Timur 25 kasus. Bentuk kekerasan yang dialami jurnalis berupa intimidasi/kekerasan verbal 51 kasus; penganiayaan 24 kasus; perampasan/pengrusakan 23 kasus; pemaksaan/penghapusan 22 kasus; dan penangkapan 19 kasus.

Menurut data LBH Pers, 2019 terjadi kekerasan terhadap jurnalis yang tidak ada penangkapan. Sedangkan 2020 selain mengalami kekerasan, jurnalis juga ditangkap.

Selain itu, jurnalis mengalami serangan digital berupa doxing 7 kasus; peretasan 5 kasus; dan ancaman 2 kasus. Jurnalis mengalami kekerasan pada saat meliput demonstrasi menolak omnibus law ada 71 kasus, dan meliput isu tentang Covid-19 sebanyak 11 kasus. Selain rentan mengalami kekerasan, jurnalis yang meliput demonstrasi rawan mengalami kecelakaan kerja. Tercatat selama tahun 2020 ada 4 kasus jurnalis terkena semprotan water canon; 2 terkena gas air mata; lemparan batu dan ketapel masing-masing 1 kasus.

Sejak April 2020, LBH Jakarta bersama AJI Jakarta membentuk posko ketenagakerjaan. Periode April-Desember 2020 posko menerima 150 pengaduan. Kasus yang paling banyak diadukan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) 48 kasus; pemotongan/penundaan upah 42 kasus; dirumahkan 40 kasus; dan mutasi/demosi 6 kasus.

Selain menyoroti kondisi jurnalis, LBH Pers juga memantau hak atas informasi dan kebebasan berekspresi sepanjang tahun 2020.

Advokat publik LBH Pers, mencatat sedikitnya 3 hal terkait hak atas informasi di tahun 2020. Pertama, buruknya pemenuhan hak atas informasi terkait pandemi Covid-19. Kedua, proses legislasi terhadap sejumlah RUU relatif tertutup dan minim partisipasi publik seperti revisi UU Minerba, UU MK, dan penyusunan UU Cipta Kerja.

Ketiga, kewenangan pemerintah memutus akses internet yang sangat besar, sehingga berpotensi membatasi hak setiap orang atas keterbukaan informasi seperti yang terjadi di Papua dan Papua Barat pada 2019.

Kebebasan berekspresi juga terancam karena sejumlah pasal karet masih berlaku. Misalnya Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama; Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE. Beberapa kasus yang disorot LBH Pers terkait kebebasan berekspresi yakni kriminalisasi dosen Universitas Syah Kuala, Aceh, Saiful Mahdi, dengan menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan kriminalisasi terhadap I Gede Ari Astina atau Jerinx karena dituduh melakukan ujaran kebencian setelah mengkritik IDI Bali.

Ada juga serangan siber seperti dialami Ravio Patra dan Tantowi Anwari.

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: