Readtimes.id- Hatinya masih gelisah kendati sudah sudah berhasil melewati seminar proposal tesis. Begitulah yang dirasakan oleh Andi (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas.
Hal ini tak lain karena dia masih harus membuat jurnal terindeks Scopus sebagai syarat untuk menggelar sidang tutup yang dia harapkan dapat berlangsung Juli 2023 agar tidak lagi membayar uang kuliah Rp7,5 juta untuk semester selanjutnya.
Bagi Andi, membuat jurnal terindeks Scopus bukanlah persoalan mudah kendati dia telah berhasil menulis jurnal terindeks Sinta 4 sebagai syarat ujian hasil. Untuk diketahui, Andi harus melewati tiga kali ujian untuk mencapai gelar magister, yakni proposal, hasil dan tutup.
“Tidak mudah menurut saya, karena Scopus itu standarnya lebih tinggi. Mahasiswa tidak hanya dituntut bisa menulis tapi juga berbahasa Inggris. Seperti yang kita ketahui Bahasa Inggris yang digunakan di jurnal itu kan beda dengan percakapan biasa. Kita perlu paham grammar,” terang Andi pada readtimes.id.
Oleh karenanya pendampingan untuk menulis jurnal agar bisa mencapai indeks Scopus sangat dibutuhkan untuk mahasiswa pascasarjana yang menurutnya selama ini masih kurang diselenggarakan oleh kampus.
“Kebijakan Scopus ini bagus sebenarnya tujuannya. Cuma menurut saya di Unhas atau di fakultas ini belum diimbangi dengan kelas-kelas menulis rutin untuk jurnal Scopus. Bagaimana caranya menulis itu kita butuh pendampingan sampai selesai,” terangnya.
Kurangnya pelatihan menulis juga diungkapkan oleh Angga (bukan nama sebenarnya) , mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kehutanan yang kesehariannya terlibat dalam editorial jurnal di fakultasnya.
“Dilematisnya itu ini Unhas menetapkan kebijakan setiap mahasiswa pasca untuk menerbitkan jurnal terindeks Scopus, tapi Unhas tidak memberikan pengetahuan dan kemampuan bagi mahasiswanya menulis untuk bisa sampai pada standar Scopus, masalahnya disitu. Jadi kebijakan ini ada tapi tidak ada persiapannya, jadi kesulitan mahasiswa disitu,” ujarnya saat dihubungi readtimes.id.
Menurutnya ini penting karena tidak semua mahasiswa Pascasarjana bisa menulis jurnal, terlebih dengan indeks Scopus.
Selain itu, adalah tempat publikasi yang terindeks Scopus masih kurang di Unhas yang menurut Angga juga menjadi persoalan yang menghambat mahasiswa untuk segera menyelesaikan studi.
“Sepengetahuan saya di Unhas itu cuma 4 Fakultas yang jurnalnya sudah Scopus. Fakultas Kehutanan, Fakultas Hukum, Fakultas Kedokteran Gigi , dan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan itu beda-beda kuartil, selebihnya belum ada,” tambahnya.
Desakan untuk segera menyelesaikan studi, kemampuan menulis yang kurang, terbatasnya jumlah tempat publikasi ditambah dengan waktu editorial jurnal yang lama, menurutnya tidak heran jika banyak mahasiswa yang akhirnya menerbitkan jurnal di luar kampus dan terjebak jurnal predator.
“Tidak sedikit yang lari ke jurnal predator yang sebulan sudah bisa terbit asalkan kita mau bayar. Jadi logikanya mau terbit, ya bayar,” ucap Angga.
Genjot Publikasi, Kurang Sosialisasi
Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Hasanuddin, Prof Muhammad Ruslin kepada readtimes.id menyebutkan bahwa kebijakan Scopus yang diterapkan Unhas mengacu pada surat edaran (SE) dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada 2019. Edaran tersebut menyebutkan bahwa untuk lulusan program magister dan doktor harus menerbitkan makalah yang diterbitkan jurnal ilmiah terakreditasi atau diterima untuk diterbitkan di jurnal internasional.
“Iya, memang sudah aturan dari surat edaran Kemenristekdikti itu. Nah, jurnal Internasional bereputasi itu maksudnya adalah terindeks Scopus. Meskipun sebenarnya kalau di luar Scopus itu sebenarnya indeks yang tergolong rendah,” ujarnya.
Ketika disinggung mengenai kebijakan Unhas yang berbeda dari kampus-kampus negeri ternama lainnya yang saat ini hanya menerapkan jurnal terindeks Sinta saja bagi para calon magisternya, menurut Prof Ruslin hal ini tidak lain karena Unhas tengah berupaya mengejar ketertinggalan jumlah publikasi ilmiah dari kampus-kampus lain yang sudah lebih dulu gencar dalam melakukan publikasi serta untuk meningkatkan kualitas lulusan kampus.
Adapun terkait pelatihan dan pendampingan jurnal terindeks Scopus untuk mahasiswa pascasarjana, menurutnya Unhas telah membentuk Publication Management Center (PMC) dan di tingkat fakultas ada Publication Management Unit (PMU) untuk membantu mahasiswa.
“Nah, PMC dan PMU itulah yang akan berkolaborasi melakukan beberapa pelatihan-pelatihan, pendampingan, penulisan tadi manuskrip, artikel yang ditugaskan pada program magister maupun program doktor. Jadi, sebenarnya itu sudah berjalan,” jelasnya.
Selain itu dia juga menjelaskan bahwa Unhas telah mempunyai fasilitas software Enago yang bisa dipakai mahasiswa untuk proofreading, dan Turnitin untuk mengecek plagiarisme.
“Jadi ini bisa dipakai mahasiswa ini. Cukup mahasiswa menghubungi tadi di tim PMU atau PMC sudah ada kami punya fasilitas. PMC dan PMU itu sudah sering melakukan pelatih-pelatihan, pendampingan untuk tadi, untuk penulisan ilmiah yang bisa tembus sampai dengan terpublikasi ke jurnal bereputasi terindeks Scopus,” tambahnya.
Adapun terkait tempat publikasi yang masih terbatas, Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi ini membenarkan hal tersebut bahwa di Unhas memang hanya ada empat fakultas yang mempunyai jurnal terindeks Scopus, yakni Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Hukum, Fakultas Kehutanan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang masih dalam proses pengajuan indeks Scopus.
Kendati demikian, untuk fakultas yang belum mempunyai tempat mempublikasi jurnal yang terindeks Scopus, pihaknya menyarankan agar mahasiswa berkoordinasi dengan PMU di tingkat fakultas masing-masing untuk mendapatkan informasi terkait jurnal yang telah terindeks Scopus untuk menerbitkan karya mereka.
Selain itu, untuk memaksimalkan kinerja PMC maupun PMU pihaknya mengaku akan memberikan arahan lebih detail lagi termasuk dalam membuat daftar jurnal yang sesuai dengan bidang ilmu.
“Kalau di FKG itu kami sudah buat list-list jurnal-jurnal mana saja karena kebetulan saya masih editor in chief-nya. Dan untuk list-list sebenarnya itu bisa pakai software yang Scimago journal ranking itu di website, itu bisa di situ ada muncul nanti akan semua list-list jurnal, ” pungkasnya.
Editor : Ramdha Mawadda
Tambahkan Komentar