Readtimes.id– Pandemi dan ekonomi menjadi dalih wacana penundaan Pemilu oleh partai politik yang menjadi koalisi pemerintah. Belakangan selain PKB dan PAN, Golkar pun memberikan sinyal serupa.
Sebelumnya PKB melalui Ketua Umum Abdul Muhaimin Iskandar mengusulkan agar pemilihan umum ditunda satu hingga dua tahun. Hal ini karena bisa mengganggu potensi kebangkitan ekonomi di tengah pandemi serta rentan terjadinya konflik.
Hampir senada dengan PKB, PAN melalui konferensi persnya juga sepakat apabila pemilu 2024 diundur. Pandemi dan ekonomi juga menjadi alasan yang disinggung Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan diantara beberapa alasan yang dia sampaikan.
Baca Juga : Di Balik Wacana Penundaan Pemilu Cak Imin
“Yang pertama, alasannya pandemi yang belum berakhir tentu memerlukan perhatian keseriusan untuk menangani,” ucap Zulkifli Hasan, Jumat ( 25/2).
Alasan kedua yakni terkait perekonomian Indonesia yang menurutnya belum membaik di mana rata- rata masih 3 persen sampai 3,5 persen. Begitu pula usaha-usaha masyarakat yang belum pulih kembali. Adapun yang lain adalah situasi global, biaya Pemilu yang besar, serta keberlangsungan program-program pembangunan yang ditunda.
Sementara itu Golkar melalui Dewan Pimpinan Pusat juga mengaku tengah mengkaji usulan penundaan. Bahkan melalui Wakil Ketua Umum Golkar, Melchias Markus Mekeng menilai bahwa wacana perpanjangan masa jabatan Presiden itu realistis.
“Kalau semua berhenti karena Pemilu, kan bahaya ekonomi akan lumpuh. Makanya wacana perpanjangan masa jabatan itu realistis dan rasional,” ujar Melchias pada wartawan, Jumat (25/2).
Selain itu dia juga menyebut bahwa keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden itu sejatinya adalah permintaan masyarakat yang disampaikan pada Ketua Umum Airlangga Hartarto juga fraksi Golkar di DPR.
Menanggapi ini Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dalam kanal YouTubenya dengan judul “Menunda Pemilu Demi Ekonomi?” mengungkapkan bahwa tidak dikenal terminologi penundaan Pemilu karena alasan menjaga stabilitas ekonomi.
Dalam temuannya, Titi mengungkapkan bahwa meskipun memiliki dampak ekonomi tidak semua kalangan masyarakat akan terdampak. Dalam beberapa industri bahkan dampaknya sangat positif.
“Misalnya, perusahaan yang menyediakan peralatan sewa untuk menyelenggarakan acara, pengadaan alat peraga dan perlengkapan kampanye, industri media, penyiaran, dan lain-lain,” tulis Titi dalam pemaparannya.
Lebih lanjut Titi juga menyinggung kerangka hukum penundaan Pemilu yang diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum yang lebih dikenal dengan terminologi pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
Adapun dalam pasal 431 ayat (1) mengungkapkan bahwa Pemilu lanjutan dapat dilakukan ketika sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggara Pemilu tidak dapat dilaksanakan.
Sementara itu untuk pemilu susulan dimungkinkan ketika sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan terganggu sebagaimana dijelaskan pada pasal 432 ayat 1.
Memandang ini menurut Titi Indonesia belum memenuhi syarat untuk dilakukannya Pemilu baik susulan maupun lanjutan. Lebih dari itu pihaknya memandang bahwa Pemilu adalah agenda rutin tahunan sebagai aktualisasi kedaulatan rakyat dimana rakyat diberikan hak untuk menentukan pemimpin.
“Tentu dengan pertimbangan kita sebagai rakyat pasti akan memilih pemimpin yang punya program ekonomi baik dan pasti akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Sebagai warga negara tentunya kita juga tidak akan memilih pemimpin yang tidak punya paradigma ataupun kemudian kemampuan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik,” ujar dia.
1 Komentar