Readtimes.id– Konflik kepentingan diduga menjadi penyebab lambannya penanganan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Rutan Polda Sulsel.
Diketahui, sejak dilaporkan pada Agustus lalu, hingga kini kasus pelecehan seksual yang dilakukan Briptu S kepada tahanan perempuan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Polda Sulawesi Selatan jalan ditempat.
Padahal berdasarkan SP2HP2 Nomor: B/PAM-406/IX/2023/Bid Propam, yang diterima oleh Tim Penasehat Hukum Korban pada September 2023, menjelaskan bahwa sesuai hasil penyelidikan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulsel ditemukan adanya pelanggaran kode etik profesi Polri Briptu S. Meski demikian tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait kapan pelaksanaan sidang etik dilakukan.
Tidak jauh berbeda dengan laporan di Propam Polda, laporan pidana terhadap Briptu S yang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel juga belum menemukan keadilan usai pemeriksaan 15 orang saksi termasuk terlapor. Hingga hari ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Lambatnya proses hukum di Polda Sulsel karena adanya benturan kepentingan, hal ini berangkat dari fakta, merupakan pelaku anggota polisi aktif Polda Sulsel, sementara yang melakukan penyelidikan adalah penyidik Polda Sulsel,” ujar tim penasehat hukum korban, Mirayati Amin dari LBH Makassar dalam keterangan resminya pada Selasa, 7 November 2023.
Mira menjelaskan bahwa lambatnya proses hukum yang disebabkan adanya konflik kepentingan di internal Polda Sulsel ini adalah pola berulang penanganan kasus yang berujung pada ketidakjelasan.
“Pola seperti ini kami temukan pada kasus kematian kakek Nuru Saali dan penembakan Sugianto, kedua contoh kasus tersebut merupakan kasus kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian. Perlambatan proses hukum ini kemudian berdampak pada tidak tercapainya akses keadilan bagi korban,” tambah Mira.
Sebagai upaya percepatan penanganan kasus dan mencegah tidak adanya kejelasan proses hukum, LBH Makassar mendesak sejumlah pihak berwenang seperti Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Kepolisian Nasional, Komnas HAM RI, Komnas Perempuan RI, agar membentuk Tim Khusus dari Mabes Polri untuk mengambil alih dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara di lapangan.
Kemudian melakukan evaluasi terhadap kinerja Kepolisian Polda Sulsel dalam memberikan keamanan bagi setiap tahanan, khususnya tahanan perempuan. Serta membuka hasil evaluasi kepada publik, melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kasus yang melibatkan Kepolisian di bawah Polda Sulsel sebagai pelaku dan bersama-sama melakukan pengawalan terhadap proses hukum dan upaya lainnya untuk mengakses keadilan bagi korban.
Editor :Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar