Readtimes.id- Penangkapan Nurdin Abdullah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) belum lama ini, menambah satu angka kasus penerima penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) yang melakukan tindak pidana korupsi. Sebelumnya ada Eks Dirut PLN Nur Pamudji yang juga mengalami kasus serupa pada tahun 2013.
Nur Pamudji didakwa jaksa melakukan korupsi dalam pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD). Kasus itu terjadi pada 2010. Di saat Nur Pamudji menjadi Direktur Energi Primer PLN.
Belajar dari dua kasus ini setidaknya wajar jika publik akan mempertanyakan terkait kurangnya pengawasan bagi mereka para penerima penghargaan sebagai tokoh anti korupsi yang sejatinya harus menjadi mitra KPK dalam mempelopori gerakan anti korupsi.
Adalah La Sensu pakar hukum tata negara Universitas Halu Oleo, mengatakan jika ini bisa terjadi karena pada dasarnya konsep kinerja KPK adalah menggunakan unsur data dan fakta yang didapatkan dari para pelapor.
” Di sinilah sebenarnya kita dapat mengetahui bahwasanya kinerja masing-masing badan atau instansi di negara ini berbeda-beda. Khusus KPK mereka akan baru bertindak ketika sebuah kasus itu memenuhi unsur fakta dan data. Dan itu bisa didapatkan dari pelapor yang bisa datang perorangan atau lembaga” ujar Ketua Bagian Hukum Tata Negara UHO tersebut
Dosen Fakultas Hukum tersebut juga menjelaskan bahwa pada dasarnya bukan pengawasan KPK yang lemah terhadap para penerima penghargaan tokoh anti korupsi, melainkan para tokoh publik tersebut yang kemudian terlena karena merasa tidak diawasi oleh publik dengan dasar sudah mendapatkan nama baik di depan mata publik sebagai sosok yang bersih dari korupsi.
Terlepas dari persoalan integritas yang minim oleh masing-masing individu dalam sebuah kasus korupsi. Sebagai sebuah lembaga yang misinya menuntaskan tindak pidana korupsi, sudah seharusnya KPK tidak hanya menitikberatkan pada proses penanganan kasus ketika kasus tersebut terjadi.
Pencegahan sejak dini perlu dilakukan untuk menekan angka kasus korupsi yang kian hari semakin menggelisahkan. Hal ini bisa dilihat dari data terbaru dari Transparency International Indonesia (TII) yang menyebutkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia kini hanya mencapai angka 37 dimana menempatkan Indonesia pada peringkat 102 dari 180 negara.
Seperti yang diketahui angka ini menurun dari tahun sebelumnya, dimana Indonesia berhasil mendapatkan skor sebesar 40. Bahkan lebih dari itu sebagai lembaga yang memberantas korupsi di Indonesia KPK juga mendapatkan catatan khusus dari TII yang menyatakan Indonesia memiliki tantangan serius khususnya pada dua hal, yakni korupsi politik dan penegakan hukum.
Tambahkan Komentar