
Readtimes.id– ” Kalau saya tidak bertahan siapa yang akan mengajar anak-anak ini nanti, sedangkan tenaga didik yang berstatus PNS di sekolah kami itu sangat kurang jumlahnya, ” terang Hasni saat dihubungi oleh readtimes.id
Bersama beberapa tenaga didik lainnya perempuan berusia 37 tahun itu mengabdikan dirinya selama 17 tahun untuk mengajar di Sekolah Dasar Inpres No 242 kanang-kanang yang terletak di desa Tino, kecamatan Tarowang, Jeneponto.
Dengan upah yang tak seberapa Hasni bersetia pada tugasnya untuk menjadi tenaga didik sebuah sekolah yang telah memintanya menjadi pengajar ketika ia belum lulus dari STAI Al-Amanah Jeneponto. Dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari perempuan dengan dua orang anak ini tak segan untuk menjual makanan ringan di sekolah.
” iya upahnya di daerah kami disesuaikan dengan jumlah siswa di sekolah. Kalau siswanya banyak ya upahnya banyak. Kalau sedikit ya dapat sedikit. Karena bapak juga kerjanya petani ya akhirnya saya harus bantu dengan jualan di sekolah, kalau tidak mana cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga, apalagi anak-anak kan sekolah, ” terangnya.
Terdaftar sebagai honorer K2 nyatanya tak menjamin nasib guru sekolah dasar tersebut menjadi lebih baik. Mengabdi selama belasan tahun tak lantas membuatnya terangkat menjadi seorang tenaga didik dengan status PNS dan mendapatkan upah yang layak.
Keadaan yang demikian membuat ia berharap agar pemerintah ke depan dapat menjadikan lamanya waktu pengabdian sebagai salah satu syarat seorang tenaga didik terangkat menjadi pegawai negeri sipil terutama mereka yang sudah terdaftar sebagai golongan K2. Pihaknya juga menyoroti terkait dukungan DPR dan sejumlah Kementerian yang lebih mendukung pengangkatan guru dan tenaga kependidikan (tendik) honorer non kategori usia 35 tahun plus ( GTKHNK35 ) menjadi PNS dan seolah mengabaikan honorer K2 yang tak kunjung mendapatkan kejelasan akan nasib mereka.
“Dari sebelum tahun 2010 katanya pemerintah akan mengangkat kami, tapi sampai sekarang tidak ada. Ditambah lagi banyak pihak di atas yang sekarang lebih mengutamakan GTKHNK35, padahal permasalahan K2 saja belum selesai,” tukasnya.
Hasni tidaklah seorang diri, masih ada ratusan ribu tenaga honorer K2 yang nasibnya tak jauh berbeda , baik itu dari kalangan tenaga pendidik, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh serta tenaga administrasi. Terutama pula bagi mereka yang kini menjadi tenaga honorer di instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang secara bertahap juga mulai ditiadakan apabila mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2019. Revisi UU ASN yang masuk dalam prolegnas prioritas tahun ini diharapkan mampu memberikan angin segar bagi Hasni juga mereka yang telah mengabdikan dirinya lama untuk bangsa ini.
1 Komentar