Readtimes.id– Jalan untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) penuh liku dan terjal, sekalipun bagi mereka yang telah terdaftar sebagai honorer K2 yakni mereka yang penghasilannya bukan dibiayai oleh APBN/APBD dan telah melalui proses pendataan pada tahun 2005 dan pendataan ulang pada tahun 2010.
Upah yang minim dan tak sebanding dengan lamanya masa pengabdian adalah sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh honorer di samping tidak adanya payung hukum yang kuat untuk mengatur kejelasan pengangkatan mereka menjadi aparatur sipil negara.
Perubahan atas undang- undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) misalnya yang berulang kali masuk prolegnas tahunan namun tak kunjung selesai. Tercatat revisi UU ini telah masuk dalam daftar 10 rancangan undang-undang baru pada perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas sejak tahun 2016 lalu namun baru mendapatkan ruang untuk dibahas lebih lanjut pada tahun 2021 setelah pemerintah menyerahkan Daftar Inventaris Masalah ( DIM) pada DPR tanggal 8 April lalu.
Mardani Ali Sera Komisi II DPR-RI saat dihubungi oleh readtimes.id menyoal terkait perkembangan pembahasan RUU Aparatur Sipil Negara mengatakan jika pasca penyerahan Daftar Inventaris Masalah ( DIM) mengatakan jika saat ini DPR tengah melakukan pengelompokan DIM
” Sekarang sedang pengelompokan DIM (Daftar Inventaris Masalah ), karena reses mulai 11/ 4 kemarin. Sekarang tim tenaga ahli sedang bekerja, ” jelasnya dalam keterangan tertulis
Ketika disinggung mengenai seberapa jauh revisi UU ASN ini akan mengakomodir kebutuhan para tenaga honorer khususnya K2 pihaknya mengatakan bahwa DPR tengah mengupayakan agar semua honorer K2 dapat ditampung dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
” Perhatian kita agar K2 semuanya diusahakan dapat ditampung di PPPK. Tapi masih alot pembahasannya,” tambahnya
Seperti yang diketahui PPPK adalah jalur kedua yang disediakan oleh pemerintah untuk merekrut Aparatur Sipil Negara selain melalui jalur CPNS. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dan sesuai amanat Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), rekrutmen PPPK juga melalui seleksi. Ada dua tahapan seleksi, yakni seleksi administrasi dan seleksi kompetensi. Pelamar yang telah dinyatakan lulus seleksi pengadaan PPPK, wajib mengikuti wawancara untuk menilai integritas dan moralitas sebagai bahan penetapan hasil seleksi.
Namun pasca perekrutan tahun 2019 lalu nasib PPPK juga belum jelas hingga saat ini. Di lapangan banyak yang belum menerima nomor induk terutama para tenaga didik yang telah dinyatakan lolos seleksi. Implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK juga persoalan kedua yang dihadapi.
Melihat fakta di atas pada akhirnya wajar jika hadirnya revisi UU ASN diharapkan mampu mengakomodir kepentingan mereka yang dengan jelas tak mengenal waktu untuk mengabdikan dirinya demi kemajuan bangsa dan negara. Dan sekali lagi pemerintah bersama DPR perlu menjamin bahwa jalur yang akan ditempuh ke depan bukanlah jalur lama yang hanya berganti nama baru dimana pada akhirnya sama -sama meninggalkan jejak masalah lama atau bahkan menciptakan persoalan baru.
Baca juga : Menumpuk Asa di Tengah Ketidakpastian Pengangkatan
1 Komentar