
Readtimes.id– ” Kami melihat nampaknya kemendikbud justru benar-benar menerapkan gerakan 3 M itu pada kebijakan yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka, bukan sebatas hanya menjalankan protokol kesehatan. Sehingga wajar jika sampai hari ini tidak ada kejelasan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi, ” terang Muhammad Ramli Rahim Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia masa bakti 2016-2021 ini pada readtimes.id, menyoal terkait ketidakpastian pembelajaran tatap muka di tengah pandemi oleh pemerintah
Hal ini penting diketahui publik, pasalnya hingga Nadiem Makarim dilantik kembali menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi oleh Jokowi belum lama ini, persoalan mendasar dunia pendidikan yakni melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi tak kunjung menemui kejelasan. Ini menyita perhatian berbagai pihak pasalnya metode daring yang selama ini diterapkan belum mampu menjawab semua kebutuhan belajar siswa, ditambah dengan keterbatasan tenaga didik dalam melakukan pengayaan materi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital.
” Seharusnya kan kemendikbud segera memberikan petunjuk teknis melalui pembekalan untuk para tenaga didik ini untuk mendukung kesiapan mereka dalam mengajar, jika misalnya kemendikbud atau pihak pemerintah sendiri pun tidak mengetahui kapan pandemi ini akan berakhir. Maksud kami, paling tidak ada upaya antisipasi. Sehingga tidak selalu berakhir pada perubahan kebijakan setiap saat tergantung pada naik turunnya angka kasus Covid-19. Kalau turun diumumkan sekolah boleh dibuka, kalau naik kita tutup sekolah, ” terang Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia ini
Seperti yang diketahui dalam beberapa kesempatan Kemendikbud memberikan sinyal agar sekolah dibuka. Pertama pada bulan januari 2021 dengan sejumlah persyaratan, selanjutnya pada bulan april hal tersebut kembali diberlakukan di beberapa sekolah di beberapa kota. Dan berikutnya adalah hingga Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 pada Juli 2021 yang mewajibkan setiap sekolah dalam berbagai tingkatan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan berbagai ketentuan.
Pemberlakukan sejumlah ketentuan dalam kebijakan pembelajaran tatap muka sekolah, memang pada dasarnya selalu menjadi perhatian Nadiem Makarim. Misalnya Januari 2021 keputusan belajar tatap muka dikembalikan pada daerah, sekolah, serta izin orang tua siswa. Selanjutnya adalah terkait ketentuan 50 persen pada peraturan tatap muka yang membatasi setiap kelas hanya ditempati 50 persen dari keseluruhan jumlah siswa dalam kelas seharusnya. Hal ini yang kemudian dipandang oleh Muhammad Ramli Rahim sejatinya belum menjawab substansi dari kebutuhan peserta didik dan tenaga didik dalam melaksanakan pembelajaran di tengah pandemi.
” Pemberlakuan beberapa ketentuan dalam setiap pemberian kebijakan tatap muka itu, menurut kami pada dasarnya belum menjawab apa yang dibutuhkan oleh peserta didik dan tenaga didik dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas di tengah pandemi sebenarnya, atau dengan kata lain kurangnya inovasi dari kemendikbud dalam menuntaskan sebuah persoalan dunia pendidikan di masa krisis. Ketentuan mengembalikan segala sesuatunya ke daerah atau ke sekolah kemarin yang seolah-olah memberikan otonomi itu misalnya, tak lain adalah bentuk dari pembiaran atau lepas tangan kemendikbud saja, ” ujarnya
Dalam beberapa kesempatan pihaknya mengaku telah berusaha mendorong Kemendikbud untuk melakukan sejumlah inovasi baru untuk menuntaskan sebuah persoalan pendidikan di tengah pandemi, salah satunya adalah mendorong peningkatan kualitas tenaga didik melalui sejumlah pelatihan, perombakan kurikulum serta pemilahan beberapa mata pelajaran yang baik dengan menggunakan metode daring atau pun yang akan hanya maksimal ketika disampaikan dengan tatap muka, seperti yang kemudian telah dilaksanakan sebuah sekolah di Bandung. Namun hingga adanya perubahan nomenklatur kementerian usulan tersebut belum mendapatkan respon positif.
Lebih jauh pihaknya menilai pada dasarnya pembelajaran dengan metode daring itu tidak sepenuhnya buruk, namun mengenai kualitas sebuah pembelajaran itu yang kemudian sejatinya perlu menjadi perhatian dari pemerintah. Metode boleh saja berubah, namun substansi harus tetap sama.
Penambahan beban tugas di Mendikbud dalam bidang riset dan teknologi tentu tak diharapkan menjadi sebuah alasan baru untuk tidak menuntaskan sebuah pekerjaan rumah yang sejatinya menumpuk di depan mata. Sebuah persoalan mendasar yang dengannya sebuah pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya serta hasil yang sesuai dengan harapan sekalipun di tengah situasi krisis. Jika tidak demikian adanya, bagaimana publik akan percaya tentang mimpi masa depan dunia riset yang akan berkontribusi besar untuk kesejahteraan bangsa itu, Mas Menteri?
Tambahkan Komentar