RT - readtimes.id

Menerka NU Era Gus Yahya

Readtimes.id– “Saya tidak mau ada calon presiden dan wakil presiden dari PBNU”.  Demikian pernyataan Yahya Cholil Staquf di Jakarta, pada 20 Desember lalu. Tepatnya sebelum ia resmi terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2021-2026 dalam Muktamar ke 34 NU di Bandar Lampung pada 22-24 Desember.  

Adapun pertimbangan Gus Yahya adalah sisa  dari pemilihan Presiden sebelumnya yang hingga kini masih menyisakan polarisasi di masyarakat.

“Mari istirahat dulu, mari sembuhkan dulu luka-luka dan memutuskan kembali polarisasi yang sudah terjadi,” ujar Gus Yahya.

Kendati demikian, mungkin kah ini diwujudkan? Mungkinkah ormas Islam besar yang  kadernya kerap meramaikan kontestasi Pilpres sejak era reformasi tersebut mampu menahan diri untuk tidak  terlibat dalam politik praktis?

Guru Besar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Qasim Mathar memandang ini adalah tantangan yang tidak mudah untuk seorang Gus Yahya.

“Politik itu di kalangan elit NU sudah seperti budaya,” terangnya kepada readtimes.id. 

Menurut Qasim, NU yang dikenal tradisional telah menjadikan agama sangat melekat dengan politik, dan membincangkan politik pasti menyoal terkait jabatan strategis. 

“Tapi nanti  kita lihat bagaimana. Tapi saya yakin Yahya bukan orang sembarangan, visinya yang dibuat kali ini adalah hasil pengamatannya dalam hidup bernegara dan ber-ormas Islam selama ini, ” ucapnya.

Seperti yang diketahui sejak mahasiswa Yahya telah dikenal aktif dalam kegiatan berorganisasi. Ia bahkan pernah didapuk menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam saat melanjutkan studinya di Universitas Gadjah Mada.

Menurut Qasim, pemikiran independen Yahya telah terbentuk semenjak itu. Ditambah ketika ia masuk menjadi bagian dari NU dan memperhatikan praktik-praktik politik yang dijalankan oleh para tokoh NU.

Kendati demikian ia menyatakan sependapat dengan pandangan Gus Yahya. Dengan demikian NU dapat berfokus menjadi ruang pendidikan dan penanaman nilai sebelum  anggotanya terjun ke ranah politik praktis melalui jalur partai politik.

“Dengan begitu NU seperti halnya dengan Muhammadiyah akan sejalan dalam menjadi akar tunggang atau akar yang kuat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara dan membenahi praktik politik di Tanah Air ,” pungkasnya.

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: