Readtimes.id– Siapa yang akan menyangka jika orang nomor satu di Sulawesi Selatan penerima penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) pada tahun 2017 lalu itu justru tertangkap dalam operasi tangkap tangan ( OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka setelah diketahui menerima suap dari beberapa kontraktor di Sulsel yang mendapatkan izinnya dalam pengerjaan beberapa proyek infrastruktur dengan angka milyaran.
Dan ini menambah lagi satu angka kasus korupsi yang melibatkan Kepala Daerah karena perizinan pengerjaan proyek. Sebelumnya ada sejumlah nama seperti Ridwan Mukti Gubernur Bengkulu, Zumi Zola Gubernur Jambi, Irwandi Yusuf Gubernur Aceh yang juga terpaksa di ditahan oleh KPK karena persoalan serupa.
Praktik budaya politik rente yang senantiasa melibatkan tiga aktor di dalamnya yakni; birokrasi, pengusaha, dan penguasa/ pengambil keputusan dalam kasus korupsi sekali lagi nampak tak pernah menemui kata akhir.
Apa yang salah dan kenapa rente kekuasaan bisa terjadi?
Pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar, ketika diwawancarai oleh readtimes.id mengatakan jika hal ini tak lain disebabkan oleh integritas yang minim dalam tataran mereka yang memegang jabatan
” saya melihat ini tak lain adalah persoalan integritas. Tidak ada yang masalah dengan sistem negara ini. Orang-orang yang mengisi jabatan tersebutlah yang bermasalah karena minim integritas” tukasnya
Pihaknya juga menjelaskan dalam tataran pengambil keputusan seperti Kepala Daerah hal ini bisa dipicu oleh dua hal, pertama adalah keinginan untuk mengembalikan modal atau ongkos politik selama proses pemilihan, dan yang kedua adalah untuk menimbulkan trust politik karena ingin maju di periode kedua jika seorang Kepala Daerah baru menjabat satu periode di masa kepemimpinannya.
” adanya kesempatan, adanya kekuasaan, ditambah minus integritas dalam menghadapi tagihan atau ongkos politik dan keinginan untuk maju lagi, saya pikir inilah yang terjadi kenapa persekongkolan ini bisa terbentuk rapi “tambahnya
Belum lagi tren narasi “didampingi oleh KPK” yang berusaha dibangun oleh para pengambil keputusan di mata masyarakat hari ini ketika mengeluarkan sebuah kebijakan, seolah juga menjadi ruang aman baru untuk terhindar dari sorotan publik terkait praktik korupsi yang sejatinya telah berlangsung lama di lingkaran penguasa, pengusaha, juga birokrasi yang menjelma seperti fenomena gunung es itu, dimana tidak menutup kemungkinan belum semua terungkap di permukaan.
Dan ini tentunya adalah persoalan pelik bangsa yang perlu segera dituntaskan. Penegakan hukum atas kasus korupsi perlu kembali dilakukan setinggi-tingginya sebelum itu menjadi sesuatu yang banal dan dianggap normal terjadi di lingkar elit kekuasaan pemburu rente. Rendahnya kepercayaan publik adalah sesuatu yang perlu diwaspadai untuk menghindari terjadinya pembangkangan sipil dimana keadaan masyarakat tak lagi percaya dan menaati aturan atau kebijakan yang dibuat oleh para pemangku kebijakan.
Tambahkan Komentar