RT - readtimes.id

Menyoal Puan, Citra dan Elektabilitas

readtimes.id–  Ketua DPR RI, Puan Maharani lagi-lagi menjadi sorotan. Setelah viral karena aksinya  mengabaikan interupsi anggota DPR fraksi PKS saat sidang paripurna  dengan agenda menyetujui Andika Perkasa sebagai Panglima TNI. Belakangan aksinya menanam padi bersama petani di Yogyakarta di tengah guyuran hujan juga menuai sindiran.

Tidak hanya warganet, sejumlah tokoh penting seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti juga ikut berkomentar.

“Biasanya petani menanam padi tidak hujan hujanan,” kata Susi lewat akun Twitter miliknya, @susipudjiastuti, Kamis (11/11).

Komentar  Susi pun ditanggapi oleh politisi Partai Gerindra, Fadli Zon. Melalui  akun Twitter-nya, @fadlizon menulis  ”Belum belajar pencitraan 4.0?”.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Sekjen PDIP Sadarestu menegaskan apa yang dilakukan Puan sama sekali bukan pencitraan, melainkan tengah menunaikan  tugasnya sebagai Ketua DPR untuk selalu turun ke bawah menemui masyarakat.

Adapun terkait sindiran atau bahkan kritik yang muncul  menurutnya adalah sesuatu yang biasa menjelang Pilpres 2024.

“Terkait dengan adanya kritik dari berbagai pihak, saya rasa itu sah sah saja. Apalagi mendekati Pemilu 2024. Sehingga apapun yang dilakukan oleh Mbak Puan akan selalu dihubung-hubungkan dengan persiapan pesta demokrasi 2024,” terangnya pada wartawan,  Jumat (12/11).

Citra dan Kualitas Harus Sejalan

Sedikit sulit kiranya saat ini masyarakat tidak menilai aksi politisi bukan lah sebuah pencitraan. Terlebih bagi mereka yang sebelumnya dikabarkan berpotensi maju di bursa Pilpres 2024 dan mempunyai simpatisan politik tertentu yang kini mulai bergerak  di setiap penjuru daerah untuk menggelar deklarasi. 

Seperti yang diketahui semenjak balihonya  muncul di beberapa daerah Agustus lalu, ditambah dengan munculnya Relawan Generasi Muda Pejuang Nusantara (Gema Puan)  yang  menggelar deklarasi mendukung Puan Maharani untuk maju sebagai calon presiden pada pemilu 2024 di Malang, nama Puan menjadi salah satu sosok yang populer di tengah masyarakat, bahkan juga di beberapa survei capres.

Kendati demikian kepopuleran Puan tidak berbanding lurus dengan peningkatan elektabilitas Puan. Tercatat dalam survei Poltracking Indonesia yang diumumkan pada akhir Oktober lalu, Puan Maharani berada di urutan kedelapan dengan elektabilitas 1,9 persen jauh di bawah Ganjar yang mencapai 22,9 persen. 

Baca Juga : Elektabilitas Partai Versus Elektabilitas Aktor

Baca Juga : Antara Ganjar, Puan dan PDIP

Elektabilitas Puan ini bahkan tidak mengalami kenaikan yang signifikan sejak Agustus lalu, dimana sempat  tercatat oleh Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) hanya mencapai 0,6 persen saja.

Pakar komunikasi politik Universitas Hasanuddin, Hasrullah, memandang hal ini tidak lain karena masyarakat hari ini dengan bantuan teknologi telah pandai menilai sosok yang berkualitas dan tidak untuk menjadi seorang pemimpin.

Dr. Hasrullah, M.A

Menurutnya untuk sampai pada level mempengaruhi masyarakat dalam memilih, branding personal politisi harus sejalan kualitas personalnya. 

” Dalam studi aktor komunikator politik, jika branding personalnya ini tidak sejalan dengan kualitas aktor yang sesungguhnya seperti yang diketahui oleh publik, itu akan sulit mempengaruhi pilihan publik, apalagi dalam level kontestasi  Capres, ” terangnya saat dihubungi oleh readtimes.id

Menurutnya kapasitas aktor ini bisa dilihat melalui kejelasan latar belakang pendidikan, kemampuan leadership, juga kebijakan apa yang telah dia buat selama menjadi seorang pejabat publik, dengan kata lain kerja nyata bisa menjadi salah satu kunci seorang aktor diperhitungkan oleh publik di tengah dirinya membangun sebuah citra. 

Lebih lanjut menurut dosen Fisip Unhas ini  melalui Puan Maharani, politisi hari ini seharusnya bisa memahami bahwa publik hari ini tidak lagi berpatokan pada politik keturunan.

Menurutnya sekalipun Puan adalah keturunan dari Soekarno sosok yang mempunyai nama di masyarakat Indonesia. Hal ini tidak akan bermanfaat lebih ketika dia membangun citranya di depan publik tanpa kemudian diimbangi dengan perbaikan  kualitas. 

“Dan partai politik pun juga harus memahami ini sebelum merekomendasikan sosok tertentu untuk maju menjadi seorang capres, ” pungkasnya. 

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: