RT - readtimes.id

Pemain Akademi dan Tantangan Karier

Readtimes.id- Menjadi pemain sepak bola adalah impian dari beberapa anak kecil di Indonesia. Bermain di lapangan hijau, mengejar bola, mencetak gol, mendengar namanya dielukan, dan mengangkat piala menjadi dambaan bagi anak-anak di Indonesia.

Perlahan namun pasti, usia yang bertambah membawa mereka mulai bisa berkompetisi dan saling beradu. Hal itu tidak hanya terjadi sekali, namun berkali-kali dan menjadi sebuah prestasi yang kelak membentuk bakat dan kemampuan mereka.

Salah satu tempat yang biasanya dijadikan sebagai tempat mengasah kemampuan sepak pada usia dini adalah akademi sepakbola dan sekolah sepak bola. Di tempat tersebut, anak-anak tidak hanya terus menerus bermain bola sepanjang hari. Mereka akan diajarkan tentang dasar menjadi seorang atlet lapangan hijau hingga akhirnya siap dilepas di sebuah kompetisi.

Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, ditambah fakta masyarakat yang demikian gandrung akan sepak bola membuat Indonesia tidak pernah kehilangan bibit pemain muda yang menjanjikan di masa depan. Melihat mereka bermain dan berprestasi di usia muda membuat harapan kita membumbung tinggi. Namun, saat usia sudah beranjak dewasa, prestasi level internasional yang dulunya diperoleh di level junior malah terkesan tiada artinya. Talenta cemerlang yang diharapkan tidak pernah memperlihatkan sinar terangnya. Kita sebagai pendukung sepak bola Indonesia, kembali patah hati.

Menurut Irfan Rahman, pelatih dari tim U18 PSM, hal tersebut tidak terlepas dari keinginan para pemain muda untuk memperlihatkan kemampuannya. Didorong semangat muda, mereka tidak segan-segan mengeluarkan seluruh kemampuannya di atas lapangan agar bisa segera mendapat kontrak profesional.

Baca Juga: Harapan dari Akademi PSM

“Ketika mereka masih jadi pemain akademi, mereka termotivasi untuk bisa membuktikan diri, jadi semuanya mereka keluarkan. Tapi saat mereka di level profesional, motivasinya berkurang. Bahkan kadang latihannya pun juga tidak begitu intensif lagi”, jelas Irfan kepada Readtimes.

Ironisnya, menurutnya Irfan, hal tersebut tidak berhasil dipertahankan kala para pemain akademi sudah naik ke level senior. Saat mereka sudah mendapat popularitas, mendapat gaji, dan karier di tim liga Indonesia, mereka malah kehilangan motivasi untuk bertumbuh lagi. Kemampuan yang dulunya luar biasa, tidak bisa keluar maksimal karena digerus oleh perilaku indisipliner yang didorong perasaan nyaman para pemain.

Pada akhirnya, perilaku para pemain muda yang naik ke level senior ini pun menjadi mentalitas yang dimiliki banyak pemain muda. Mereka yang dulunya bekerja sangat keras saat di akademi, tidak memiliki beban untuk bisa menaikkan level permainanya.

Berhubungan dengan kasus tersebut, pihak akademi PSM pun pada akhirnya menjadikan mental sebagai salah satu aspek yang harus diasah saat para pemain masih di akademi. Pada usia muda, mereka masih relatif mudah untuk dibentuk mentalnya. Kombinasi pengembangan mental, fisik, teknik, dan pemahaman taktik pun pada akhirnya bisa membawa tim akademi PSM berprestasi dan beberapa pemainnya mendapat panggilan ke tim nasional kelompok umur.

Terlepas dari segala bentuk permasalahan pemain muda yang naik ke level senior, kesempatan bermain di level tertinggi tentunya harus senantiasa diberikan kepada para pemain muda. Lewat pemberian jam terbang tersebut, diharapkan bisa memberikan pengalaman yang nantinya bisa membentuk karakter dari sang pemain agar mereka tidak hanya memiliki kualitas secara fisik dan teknik, tapi juga punya mental untuk terus berkembang ke puncak potensinya.

Editor: Ramdha Mawaddha

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: