Readtimes.id – Hanya 0.4% pangsa pasar game Indonesia yang bisa direbut oleh pengembang lokal. Sisanya, 99.6% dikeruk oleh pengembang asing. Fakta ini bukan tanpa alasan.
Sebagian besar game yang dimainkan oleh publik Indonesia ada free to play alias gratis. Game sejenis ini dikembangkan oleh perusahaan raksasa luar negeri dengan teknis yang kompleks, promosi dan pembiayaan yang tidak sedikit.
Sementara, kondisi pengembang tanah air masih jauh dari level itu. Mereka berangkat dari tim-tim kecil yang mengembangkan game premium atau berbayar. Target mereka adalah pasar luar negeri yang siap merogoh kocek sejak awal aplikasi game dimainkan.
Asosiasi Game Indonesia (AGI) pernah melakukan survey yang dirilis pada April 2020 lalu. AGI menemukan 40% pelaku industri game hanya terdiri 6 sampai 10 orang pekerja. Dalam kategori BPS, mereka ini termasuk industri kecil.
Program Manager AGI Ardhan Fadhlurrahman menilai salah satu tantangn berat industri game Indonesia adalah investasi. Menurutnya, belum banyak investor yang mau menanamkan modalnya di industri game dalam negeri. Hal itu karena masih ada gap yang cukup jauh soal pemahaman tentang industri game dan masa depannya.
“Jadi menurut aku yang sangat dibutuhkan adalah support end to end dari seluruh pihak. Industri gim ini potensinya besar karena bisa juga dikaitkan dengan sektor lain. Makanya perlu kerja sama dari pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk bikin ekosistem dan industrinya lebih matang,” ujarnya.
Senada, Presiden AGI Cipto Adiguno mengatakan, jumlah investasi yang dikucurkan untuk industri game adalah faktor penting. Selain itu, pemerintah harus mendukung industri game dalam negeri. Dukungan tak harus berbentuk bantuang permodalan langsung. Dukungan bisa berupa penyediaan infrastruktur gaming yang lebih memadai, budaya yang lebih baik, hardware yang lebih mumpuni, dan jaringan internet lebih cepat.
“Dalam hal dukungan pemerintah, gaming industry di Indonesia masih memerlukan dukungan dari pemerintah untuk dapat tumbuh, terutama dalam hal penyediaan akses,” katanya.
Tak hanya itu, masa pandemi sepanjang 2020 ternyata juga berdampak buruk bagi pelaku industri game dalam negeri. 30% diantaranya mengaku kehilangan pendapatan dari 100 juta hingga 300 juta rupiah. 20% lainnya bahkan harus merelakan 500 juta lebih gagal masuk kantong.
AGI menggelar dua kali musyawarah nasional, yaitu pada 9 April 2020 dan 18 September 2020. Agenda yang diusung salah satunya adalah membahas upaya menghadapi krisis yang diakibatkan oleh pandemi
Tambahkan Komentar