Readtimes.id– Pemerintah akan menghapus status tenaga honorer pada 2023, seperti tertuang dalam peraturan pemerintah (PP). Lalu bagaimana nasib para tenaga honorer tahun depan?
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo, menerangkan bahwa nantinya hanya ada dua jenis pegawai di instansi pemerintahan, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan berlaku paling lambat pada 2023.
Terkait beberapa pekerjaan di instansi pemerintahan, seperti petugas keamanan dan kebersihan, Tjahjo mengatakan hal itu akan dipenuhi melalui tenaga alih daya melalui pihak ketiga atau pekerja outsourcing.
“Oleh karena itu, untuk sementara rekrutmen Tahun Anggaran 2022 difokuskan pada PPPK terlebih dahulu, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dasar kependidikan (guru) dan tenaga pelayanan kesehatan,” ujar Tjahjo.
Tjahjo menjelaskan kebijakan merekrut PPPK berkaca dari sistem kerja beberapa negara maju. Menurut Tjahjo di beberapa negara maju, jumlah government worker atau pelayanan publik (PPPK) lebih banyak ketimbang jumlah civil servant (PNS).
Atas keputusan ini, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Nining Elitos menilai tindakan pemerintah tak bertanggung jawab terhadap nasib pekerja Indonesia. Hal ini disampaikan menyusul rencana dihapusnya pekerja honorer dari lingkungan pemerintahan.
“Menghapus honorer tapi ada pekerjaan sama seperti PKWT (pekerja waktu tertentu), terus di posisi tertentu malah melakukan outsourcing. Negara saya nilai tidak ada tanggung jawabnya terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan?” ungkap Nining kepada readtimes.id, Kamis (20/1).
Ia pun menegaskan bahwa seharusnya pemerintah memastikan masyarakat mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak.
“Pemerintah sendiri kenapa tidak konsisten dengan mandat konstitusi. Rakyatnya malah hanya dijadikan objek semata,” ujarnya.
Lebih lanjut Nining menyarankan kepada pemerintah agar meninjau kembali kebijakan penghapusan pekerja honorer di lingkungan pemerintahan. Pasalnya, ia melihat tenaga honorer seperti guru dan tenaga kesehatan memiliki peran penting bagi masyarakat.
“Sebaiknya, pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut, bagaimanapun tenaga kesehatan dan tenaga pengajar itukan sangat dibutuhkan oleh negara,” ucapnya.
Nining merasa prihatin dengan nasib tenaga honorer yang masih memiliki pendapatan yang minim dan harus dihantam dengan isu penghapusan tenaga honorer.
Nasib Honorer Tenaga Pendidik
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, secara status kepegawaian dari sisi administrasi, keputusan ini menjadi langkah yang baik, namun tidak cukup menyelesaikan masalah.
“Konsep honorer sebenarnya tidak ada, adanya hanya temporary pekerja yang memang bukan permanen. Tetapi di indonesia sendiri honorer bahkan bisa sampai berpuluh puluh tahun, secara administrasi ini yang akan dibenahi,” jelasnya kepada readtimes.id.
Meski demikian, Indra mengatakan keputusan ini dinilai belum memiliki desain yang matang karena permasalahan tenaga pendidik honorer di Indonesia begitu kompleks.
Menurut Indra, masalah yang akan muncul dari keputusan ini adalah saat guru swasta mendaftarkan diri menjadi ASN PPPK. Ketika lulus, akan menimbulkan gelombang pengangguran.
“Sekolah swasta tidak mau menerima guru honorer dari sekolah negeri. Ini justru malah menimbulkan gelombang pengangguran yang begitu banyak,” ungkap Indra.
Maka dari itu, Indra menilai keputusan ini harus dikaji kembali dan disiapkan secara matang dan konsepnya harus jelas.
3 Komentar