RT - readtimes.id

Penyesuaian Tarif KRL Jabodetabek untuk Keadilan

Doc.ANT

Readtimes.id—Ramai polemik mengenai penyesuaian tarif KRL Jabodetabek setelah Institute Studi Transportasi (Instran) mengadakan Diskusi Publik “Pelayanan Baru dan Paparan ability to pay/willingness to pay (ATP/WTP) Tarif KRL Jabodetabek” pada 12 Januari 2022 secara virtual.

Bila terdapat rencana kebijakan ATP/WTP atau kemampuan bayar/kemauan bayar pengguna KRL Jabodetabek terbaru mengenai pentarifan produk apapun, ada yang setuju atau kontra adalah alami karena pengalaman dan pengetahuan masyarakat berbeda-beda.

Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Puslitbang Perhubungan telah melakukan survei kepada pelanggan KRL Jabodetabek di tahun 2021, dari paparan mereka pada diskusi tersebut, mereka merekomendasikan adanya penyesuaian tarif berdasarkan data-data primer dari pengguna langsung.

Rekomendasinya adalah kenaikan Rp 2.000 untuk 25 km awal, jadi tarif menjadi Rp 5.000 dari eksisting sebelumnya Rp 3.000. Kemudian untuk tiap 10 km selanjutnya tetap Rp 1.000, namun dari DJKA mengusulkan penyesuaian tarif tersebut dimulai per 1 April 2022.

Direktur Eksekutif INSTRAN, Deddy Herlambang mengatakan paparan ATP/WTP tersebut memang sebaiknya harus diterima secara rasional bukan semata emosional. Adanya wacana mengenai penyesuaian tarif itu karena tarif KRL sejak 2016 belum pernah mengalami penyesuaian.

“Apabila penyesuaian tarif Rp 2.000 disetujui, maka Pemerintah tidak perlu memberikan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) Rp 2.000 per penumpang dan standar kualitas layanan Kereta Commuter Indonesia (KCI) tidak akan mengalami penurunan,” jelas Deddy

Pemerintah masih subsidi PSO Rp 1.250/pnp karena biaya produksi PT KCI Rp 6.250/pnp, sedangkan penumpang (pnp) membayar cash tapping awal Rp 5.000, dan untuk tiap 10 km berikutnya biop KCI Rp 2.500, bila penumpang membayar Rp 1.000 / 10 km berikutnya, maka subsidi PSO masih Rp 1.500 dari pemerintah.

“Memang lebih baik sisa subsidi PSO dari Jabodetabek diberikan kepada daerah yang lebih membutuhkan pelayanan transportasi publik. Apalagi dana PSO yang berasal dari APBN sangat terbatas untuk pemulihan kondisi perekonomian nasional selama pandemic covid-19,” Jelasnya

Jumlah total subsidi PSO untuk penumpang KRL Jabodetabek paling banyak dibandingkan dari daerah lain. Persentase PSO KRL Jabodetabek tersebut berkisar 55-58 % dari total PSO KA di Sumatera dan Jawa. Penumpang komuter Jabodetabek secara kuantitas adalah terbanyak, namun pendapatan perekonomian masyarakatnya jauh lebih tinggi dibanding dengan daerah lain di Jawa dan Sumatera.

Salah satu item perhitungan penetapan tarif KA ekonomi oleh pemerintah adalah berbasis upah karyawan. Upah minimum regional (UMR) atau upah aglomerasi dan bila secara umum adalah upah minimum provinsi (UMP) sebagai dasar perhitungan kemampuan bayar tarif KA.

Kemauan bayar tarif pengguna KA adalah ekuivalen dengan kualitas pelayanan KA itu sendiri. Sedangkan KA yang disubsidi dinamakan KA kelas ekonomi yang pentarifannya tersebut ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan tarif KA tersebut disubsidi oleh pemerintah dengan skema PSO. Selisih antara biaya produksi operator KA dan penetapan tarif pemerintah sebagai PSO.

Sebagai ilustrasi UMP 2021, Provinsi yang dilalui oleh kereta api: (1) Sumatera Utara: Rp 2.499.423; (2) Sumatera Barat: Rp 2.484.041; (3) Sumatera Selatan: Rp 3.043.111; (4) Lampung: Rp 2.432.001; (5) DKI Jakarta: Rp 4.416.186; (6) Jawa Barat: Rp 1.810.351; (7) Jawa Tengah: 1.798.979; (8) Jawa Timur: Rp 1.868.777 ; (9) D.I. Yogyakarta: Rp 1.765.000; dan (9) Banten: Rp 2.460.996 . Dari angka UMP tersebut Provinsi DKI Jakarta tertinggi dan DIY terendah.

Jika dilihat dari kondisi UMP tersebut memang tidaklah adil apabila DKI dengan UMP tertinggi namun porsi PSO juga tertinggi dari daerah UMP yang lebih rendah. Kondisi tersebut dapat di cek tarif KRL eksisting di KRL Yogyakarta-Solo bertarif Rp 8.000 tarif flat ( jauh-dekat tarif sama), sedangkan di Jabodetabek 25 km bertarif Rp 3.000. Bila Solo – Yogyakarta berjarak 60 km kita gunakan tarif KRL Jabodetabek maka tarifnya hanya Rp 7.000 bukan Rp. 8.000. demikian halnya tarif Yogya – Klaten bertarif Rp 8.000, bila menggunakan formulasi tarif KRL Jabodetabek hanya dikenakan Rp 3.000, tentunya perbedaanya sangat jauh.

“Dengan adanya penyesuaian tarif di KRL Jabodetabek, paling tidak akan mendekati tarif keadilan dengan daerah lain dengan pelayanan moda KRL yang sama. Kita akui biaya transportasi first mile dan last mile di Jabodetabek sangat mahal daripada tarif KRL itu sendiri,” ungkap Deddy

Tarif parkir stasiun di Jabodetabek Rp 5.000 – 6.000 untuk motor sedangkan Rp 9.000 – 20.000 untuk mobil, sangat kontras dengan tarif KRL yang hanya Rp 3.000. Jadi biaya KRL Rp 3.000 tersebut bila dibandingkan oleh biaya parkir pengguna KRL di stasiun-stasiun masih lebih murah.

Belanja transportasi harian tersebut belum dibandingkan dengan pengguna paratransit ojek online di stasiun KRL, yang tentunya tarifnya akan mahal lagi bila dibandingkan dengan tarif KRL. Bila dibandingkan dengan dengan angkutan massal berbasis rel ke negeri tetangga, tarif KRL kita masih termurah Rp 3.000.

Di negara lain bila dirupiahkan; MTR Bangkok Metro Rp 15.851, Singapore MRT Rp 8.043, India Delhi/Mumbai/Chenai Metro Rp 7.225, India Kolkota Metro Rp 3.612, Taipei MRT Rp 4.186, Hongkong MTR Rp 5.638 dan negara lainnya berdasarkan konversi Bank Dunia tahun 2019. Dibandingkan dengan di dalam negeri pun tarif KRL masih termurah, MRT Jakarta ( Lebak bulus – HI ) untuk 16 km Rp 14.000 dan KRL (Jakarta – Bogor ) untuk 50 km Rp 7.000 dan tarif Trans Jakarta Rp 3.500, masih lebih murah KRL Rp 3.000 untuk 25 km.

Sebagai pelayanan baru commuter line (KRL) tanggal 25 September 2021 stasiun Manggarai Baru (elevated) telah resmi beroperasi. Stasiun-stasiun baru telah selesai dibangun dalam mendukung program DDT (rel dwi ganda), terdapat 18 stasiun baru dan upgraded : Manggarai Baru, Matraman, Jatinegara, Klender, Buaran, Klender Baru, Cakung, Kranji, Bekasi, Bekasi Timur, Tambun, Cibitung, Cikarang dan lintas barat: Palmerah, Kebayoran, Parungpanjang, Maja, Rangkasbitung.

Saat ini semua stasiun baru dibangun 2-3 lantai dan lebih luas sesuai demand, yang sebelumnya hanya 1 lantai. Dalam hal ini konsekuensinya memerlukan biaya pelayanan tambahan extra yang semuanya menggunakan lift dan eskalator, sehingga biaya operasi stasiun-stasiun baru dan jumlah SDM bertambah pula.

Bila menilik UMP tentunya untuk para buruh/pekerja di sektor perkeretaapian perlu keadilan. Upah buruh KAI/KCI juga digaji berdasarkan standar UMP. Padahal UMP tiap tahun selalu naik, dan upah buruh pekerja KAI/KCI konsekuensinya menyesuaikan kenaikan UMP tersebut. Kalau bukan dari laba tiket darimana lagi upah buruh KAI/KCI bisa menyesuaikan sesuai UMP.

“ Sejak tarif KRL naik di tahun 2016 hingga 2022 ada 6 kali kenaikan UMP dan inflasi. Dalam hitungan saya, bila 6 kali ada kenaikan UMP sebesar 51,6 % dan inflasi selama 6 tahun sebesar 17,34 %. Bila mau mudah, secara umum memang penyesuaian tarif dapat disesuaikan 51,6 % karena dalam struktur UMP ada kenaikan biaya transportasi,” jelasnya

Menurut Deddy, Untuk inflasi sebesar 17,34 persen lebih tepat digunakan untuk konversi biaya kenaikan perawatan sarana KRL. PT KAI/KCI sangat memerlukan peremajaan sarana KRL untuk pelayanan yang lebih baik. Apabila KAI/KCI membeli sarana KRL yang baru tentunya tarifnya tidak murah seperti sekarang ini.

Kita sangat beruntung membeli sarana KRL bekas dari Jepang yang laik jalan sehingga tarif tidak mahal karena biaya penyusutan sangat minim. Seperti MRT Jakarta mengapa tarif nya sangat mahal dari KRL karena MRT semuanya barang baru.

Deddy mengatakan, adil atau tidaknya memang kita sebaiknya memikirkan subsidi PSO tersebut didistribusikan lebih merata kepada daerah yang lebih membutuhkan karena Indonesia, bukan hanya di Jabodetabek saja. Jika memang masih diperlukan untuk subsidi transportasi bagi masyarakat yang lebih membutuhkan dapat diterbitkan Kartu Indonesia Transportasi, seperti halnya Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar.

“Barangkali diperlukan regulasi yang melegitimasi bahwa peninjauan tarif kereta api dapat dievaluasi secara berkala entah 2 tahun atau 3 tahun, sehingga bila ada evaluasi tarif KA tidak terlalu meresahkan publik,” pungkasnya.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: