Readtimes.id– Pernikahan usia anak di Sulawesi Selatan dinyatakan telah menurun menjadi 9,25 persen dan mendekati angka nasional yakni 9,23 persen. Kendati demikian sejumlah persoalan masih tersisa di lapangan.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB Sulawesi Selatan, Fitriah Zainuddin pada diskusi bertajuk “Saatnya Akhiri Pernikahan Dini di Sulsel” yang diselenggarakan readtimes.id pada Sabtu (28/5).
“Di Sulsel Alhamdulillah angka perkawinan anak sudah mendekati angka nasional di 2021. Kita berada di angka 9,25 semakin mendekati nasional yang 9,23 ” terangnya
Selain itu menurutnya penurunan juga terjadi pada pemberian dispensasi pernikahan di Sulsel yakni pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meskipun belum mencapai batas minimum usia pernikahan.
Capaian ini pun mendapatkan tanggapan positif dari direktur LBH APIK Sulsel, Rosmiati Sain disertai dengan beberapa catatan. Menurut Rosmiati kendati angka pernikahan usia anak atau pun dispensasi sudah turun, namun pendampingan dan edukasi pada masyarakat harus tetap digalakkan terutama pada lima kabupaten di Sulsel yang masih menempati posisi tertinggi untuk praktik pernikahan usia anak seperti Wajo, Bone, Luwu Utara, Sidrap dan Makassar.
Selanjutnya terkait angka dispensasi, menurut Rosmiati, kendati menurun atau bahkan mencapai nol persen di sebuah daerah, menurutnya bukan berarti tidak ada pernikahan usia anak.
“Kalau misalnya dispensasi itu mencapai nol persen belum tentu bisa kita katakan tidak ada pernikahan usia anak karena bisa saja mereka tetap menikah namun menikah siri,” ujarnya.
Menurutnya masih ada oknum-oknum tertentu di daerah yang mendorong terjadinya pernikahan usia anak karena berbagai faktor. Hal ini yang menurutnya harus menjadi bahan dasar riset pemerintah daerah untuk dapat menentukan arah kebijakan yang dapat menekan kembali pernikahan usia anak di daerah.
“Apakah karena faktor ekonomi, atau karena tidak paham bahwa ada undang-undang perlindungan anak yang menjamin hak-hak anak misalnya. Semua harus diriset dulu agar kebijakan Pemda terarah dan mempermudah koordinasi antar pihak,” tambahnya.
Sementara itu dari perwakilan Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Wajo, Trias Putri Ratu Alamsyah mengungkapkan bahwa pendekatan pendidikan bisa menjadi salah satu strategi untuk menekan pernikahan usia anak yang kemudian dapat dilakukan melalui agenda mahasiswa yang tergabung dalam organisasi daerah.
Menurutnya ini penting agar anak-anak di daerah juga mempunyai alasan yang kuat untuk menolak jikalau ada upaya-upaya yang mengarahkan pada pernikahan usia anak, di lain kemudian pendekatan secara sosial dan budaya. Karena menurutnya anak juga penting dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Penegakan Hukum Hingga Penundaan Kehamilan
Penekanan angka pernikahan usia anak selanjutnya juga disepakati perlu dilakukan melalui pendekatan hukum. Yaitu aparat perlu turun tangan memberikan intervensi jika diketahui ada pihak-pihak yang mendorong praktik pernikahan usia anak.
Belajar dari kasus pernikahan dua remaja di Wajo yang viral belakangan di sosial media, Fitriah Zainuddin juga turut menyayangkan tidak adanya intervensi dari aparat penegak hukum sekitar. Seperti yang diketahui usia kedua remaja ini belum memenuhi syarat untuk menikah sesuai ketentuan di undang-undang.
Kendati demikian menurut Fitriah masih ada kesempatan untuk memperbaiki situasi yang ada dengan berkonsentrasi pada pendampingan mereka yang terlanjur dinikahkan pada usia anak.
Dalam kesempatan ini dia menyarankan agar pihak-pihak terkait di daerah seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) perlu melakukan edukasi ke para korban untuk menunda kehamilan hingga calon ibu siap.
“Untuk teman-teman BKKBN dan dinas di daerah mohon ini bisa didampingi kalau sudah terlanjur menikah agar tidak hamil dulu karena ini kasihan mereka belum siap dari segi kesehatan maupun emosionalnya. Penggunaan kondom bisa menjadi opsi yang aman daripada suntik hormon karena mereka ini masih dalam usia pertumbuhan ,” ujarnya.
Editor : Ramdha Mawaddha
2 Komentar