Readtimes.id- Piala Dunia adalah sebuah momen akbar 4 tahunan yang senantiasa menjadi sorotan, bukan hanya oleh para pecinta sepak bola, tetapi seluruh dunia.
Sebagai pesta olahraga terbesar kedua setelah olimpiade, Piala Dunia jadi momentum seisi planet bumi memandang ke satu arah. Banyak pernak-pernik yang terlihat, baik secara fisik maupun media, lagu resmi yang terputar, dan maskot yang akrab kita lihat.
Namun, suasana khas piala dunia yang sudah lazim kita temui sedari kecil, terasa mulai memudar pada piala dunia 2022 Qatar kali ini. Alih-alih mengulik tentang piala dunia yang sisa seminggu lagi, kita malah asyik membahas perseteruan Cristiano Ronaldo dengan Manchester United.
Terlepas dari berbagai kontroversi di balik penyelenggaraan Piala Dunia kali ini, nyatanya ada beberapa hal yang memang menyebabkan perhelatan ini tidak terasa begitu semarak dan kurang bersemangat.
Waktu penyelenggaraan
Piala dunia lazimnya dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli, ketika mayoritas musim liga sepak bola dan turnamen antarklub lintas negara sudah selesai. Namun, pada gelaran kali ini malah hadir di bulan November, 1 pekan setelah Liga Inggris resmi diliburkan.
Pikiran yang semula masih menerka-nerka apakah Arsenal bakal konsisten untuk meraih gelar, malah harus segera dialihkan untuk menebak siapa yang bakal berjaya di Qatar.
Penyelenggaraannya yang berada di tengah musim berjalan membuat gelaran ini terasa kurang spesial karena tidak memberikan kesempatan berbagai produk untuk mempromosikan barangnya dengan tema piala dunia. Bahkan, kita jarang melihat maskot Piala Dunia, La’eeb tampil di berbagai media selain pada promosi resmi hajatan akbar ini.
Bandingkan dengan Zabivaka, maskot dari gelaran di 2018 lalu, kita dapat menemukannya di berbagai produk sehari-hari, es krim, televisi, telepon genggam, makanan ringan, bola sepak, gelas minuman, hingga suvenir lainnya.
Ketiadaan liga yang berjalan memberikan waktu para sponsor yang telah menjalin kerja sama untuk membangun promosi terhadap produk berbau Piala Dunia. Sambil menyelam minum air, produk mendapat atensi publik secara lebih luas sekaligus promosi kegiatan akbar FIFA.
Sempitnya waktu yang menjadi perantara musim reguler liga dengan Piala Dunia jadi salah satu rintangan bagi pemasaran produk-produk berbau kejuaraan antarnegara terbesar ini.
Bandingkan dengan 2018, pertandingan besar terakhir klub pada saat itu adalah 26 Mei, berjarak hampir 3 pekan dari pelaksanaan turnamen pada 14 Juni, sedangkan jarak antara liga klub dengan turnamen antarnegara kali ini hanya ada 1 pekan saja. Maka jangan heran jika sponsor kurang punya momentum untuk menggelorakan semangatnya.
Pendeknya waktu antara liga klub dengan turnamen antarnegara ini juga menjadi salah masalah yang dialami media. Ketika Piala Dunia tinggal sepekan, kita masih asyik membahas heroiknya seorang Garnacho atau bagaimana Arsenal bisa mempertahankan performa setelah lawan Wolverhampton Wanderers.
Bias generasi
Salah satu bahasan lain seputar kurang semaraknya turnamen terbesar untuk tingkatan negara ini adalah generasi yang dahulu terpapar Piala Dunia dengan sangat masif sudah beranjak dewasa dan sudah tidak lagi memiliki waktu luang memikirkan Piala Dunia. Di sisi lain, generasi yang ada pada zaman sekarang juga tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan event ini karena lebih menyukai cabang eSport.
Penurunan minat generasi saat ini terhadap sepak bola dan waktu pelaksanaan yang kurang tepat pada akhirnya menjadi kombinasi yang menyebabkan gaung Piala Dunia kali ini terasa kurang keras.
Meski begitu, sebagai sebuah tontonan sarat hiburan, sajian utama dari sebuah pagelaran olahraga adalah pertandingan yang tersaji di atas lapangan. Sebagai pecinta sepak bola, terlepas dari kontroversi dan kurang semaraknya Piala Dunia kali ini, harapan terbesar tentunya adalah kehadiran turnamen yang seru serta bisa menjadi cerita tersendiri bagi para penonton yang menyaksikan.
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar