RT - readtimes.id

Polisi yang Lecehkan Tahanan Polda Sulsel Disanksi Ringan, Korban Ungkap Kekecewaan

Readtimes.id– Sanksi etik telah dijatuhkan kepada anggota polisi Polda Sulsel, pelaku pelecehan seksual terhadap seorang tahanan perempuan berinisial FM di Rutan Dittahti Polda Sulsel. Pelaku, Briptu Sanjaya disanksi mutasi bersifat demosi selama 7 tahun.

Namun putusan tersebut membuat korban kecewa. Dalam persidangan yang menghadirkan 7 orang saksi yang terdiri 4 orang anggota Polda Sulsel dan 3 orang tahanan Rutan Polda Sulsel tersebut, Briptu Sanjaya divonis lebih ringan dari tuntutan. Sebelumnya ia dituntut sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Didampingi tim penasihat hukumnya dari LBH Makassar – YLBHI, korban yang ikut mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan mengaku putusan tersebut melukai rasa keadilannya.

“Mengingat perbuatan pelaku kepada saya sudah berulang yang bahkan menyebabkan saya trauma dan harus bertemu psikolog, rasanya tidak adil
kalau pelaku hanya dikasih sanksi ringan. Dia akan tambah seenaknya lakukan pelecehan ke tahanan kalau tidak dikasih efek jera. Dan mungkin saja akan ada korban lain,” terang Korban (FM) seperti yang dikutip Readtimes pada Kamis (7/12).

Mira Amin, Kepala Bidang Gender LBH Makassar, mengatakan putusan ini menjadi preseden buruk kepolisian dalam memandang kekerasan seksual sebagai pidana biasa. Kepolisian gagal melihat pola kekerasan berulang yang terjadi di Rutan Dittahti Polda Sulsel, ruang yang harusnya dipastikan aman bagi setiap tahanan.

Sementara itu, laporan pidana korban di SPKT Polda Sulsel pada 22 Agustus 2023, sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/747/VIII/SPKT/Polda Sulawesi Selatan, masih belum menemui titik terang.

“Sejauh ini untuk laporan tindak pidana kekerasan seksual yang dilaporkan korban, belum menemukan titik terang. Sehingga, putusan hari ini harusnya bisa digunakan sebagai petunjuk untuk mempercepat pelaporan tindak pidana di Unit PPA Polda Sulsel. Mengingat, Sanksi putusan sidang etik terhadap Briptu S tidak menghapus tuntutan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP No.2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota polri,” jelas Mira Amin.

Sementara itu, Muhammad Ansar, Kepala Bidang Sipol LBH Makassar menilai, putusan Propam Polda Sulsel ini menjadi bukti nyata gagalnya reformasi kepolisian.

“Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama rasa keadilan korban. Kami menduga kuat, putusan ini dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan, karena terduga pelakunya adalah anggota kepolisian, di sisi yang lain, yang menegakan kode etik juga adalah anggota kepolisian. Dalam catatan kami, ada beberapa kasus yang diduga pelakunya melibatkan aparat kepolisian, tetapi korbannya atau keluarga korban tidak menemukan keadilan, hal ini adalah bukti nyata gagalnya reformasi kepolisian,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya, mendesak Kompolnas untuk mengevaluasi kinerja Propam Polda Sulsel yang memberikan sanksi ringan kepada Briptu Sanjaya dan Bareskrim Polri untuk memerintahkan Polda Sulsel segera menindaklanjuti prose pidana Briptu Sanjaya.

“Dan mendesak Komnas Perempuan melakukan pemantauan dan pengawasan secara ketat terhadap laporan pidana terkait dugaan tindak pidana kekerasan seksual di Unit PPA Polda Sulsel yang dialami oleh FM dan mendesak Reformasi Kepolisian secara menyeluruh,” tegasnya.(*)

Editor : Ramdha Mawaddha

Jabal Rachmat Hidayatullah

39 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: