RT - readtimes.id

Ramai-Ramai Mundur Usai Piala Dunia

Readtimes.id– Usai sudah kebersamaan Paulo Bento dengan tim nasional Korea Selatan. Setelah 4 tahun menjadi juru taktik bagi tim sepak bola negeri ginseng, ia resmi mengundurkan diri setelah timnya disingkirkan Brasil pada gelaran Piala Dunia 2022.

“Kami harus memikirkan masa depan dan itu tidak lagi bersama Timnas Korea Selatan. Saya sudah bilang ke para pemain dan presiden Federasi Sepakbola Korea Selatan. Keputusan ini sudah saya ambil sejak September lalu,” kata Bento sebagaimana dikutip dari BBC.

Pria Portugal ini jadi pelatih keempat yang berpisah dengan tim nasional yang diasuhnya setelah tersingkir dari piala dunia. Sebelumnya ada nama Gerardo “Tata” Martino di Timnas Meksiko, Roberto Martinez dengan Belgia, dan Ghana yang ditinggalkan Otto Addo yang mengundurkan diri.

Ada berbagai alasan yang mendasari pengunduran diri sejumlah pelatih sebuah tim nasional setelah hajatan akbar seperti piala dunia. Namun, pengunduran diri tersebut biasanya menjadi tindak lanjut dari kegagalan yang dialami di turnamen, entah gagal meraih gelar juara, atau gagal memenuhi target dari asosiasi.

Alih-alih dilihat sebagai langkah melarikan diri dari masalah atau upaya tidak bertanggung jawab, aksi mengundurkan diri para pelatih tim nasional setelah ajang pertandingan besar sejatinya bisa juga dilihat sebagai upaya untuk memberikan jalan kepada mereka yang lebih mampu untuk memberikan prestasi pada tim nasional.

Seperti yang terjadi pada Timnas Korea ketika Shin Tae-Yong mundur usai Piala Dunia 2018 setelah gagal mengantar timnya ke babak gugur. Kala itu kepergian Shin langsung digantikan oleh Paulo Bento sebagai pelatih yang berhasil membawa Korea Selatan ke 16 besar Piala dunia 2022 setelah terakhir kali lolos dari babak grup pada Piala Dunia 2010 lalu.

Selain memberikan kesempatan bagi masuknya mereka yang lebih berkompeten, mundurnya sejumlah pelatih dari posisinya juga bisa menjadi titik balik sebuah asosiasi untuk melakukan pembenahan terhadap sistem sepak bola negaranya.

Alih-alih mendatangkan pelatih yang baik untuk tingkatkan kualitas tim nasional, sebuah negara seharusnya mulai melakukan pembinaan yang baik pada talenta-talenta muda yang dimiliki seperti yang kemudian pernah disinggung oleh Shin Tae Yong ketika diwawancarai oleh KBS Sport tentang pengembangan sepak bola Indonesia.

“Untuk mengembangkan sepakbola Indonesia dalam jangka waktu panjang, akan lebih mudah memulai dari pemain muda.” ujarnya

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kehadiran pelatih berkualitas bukanlah jaminan prestasi, sebab sejatinya mereka bukanlah pesulap yang dapat mengubah kondisi sepak bola suatu negara dalam sekejap mata. Diperlukan sistem sepak bola yang melibatkan berbagai elemen untuk bisa meraih prestasi.

Langkah yang sama sejatinya dapat diikuti oleh para pengurus Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) yang ngotot bertahan untuk bertanggungjawab terhadap tugasnya. Alih-alih memperbaiki masalah sebagai bentuk tanggung jawab, langkah yang diambil malah kongres luar biasa (KLB) yang masih belum jelas bagaimana dampaknya terhadap sepak bola Indonesia. Namun, kalaupun KLB tidak bisa menghasilkan reformasi terhadap sepak bola Indonesia, maka setidaknya ada perubahan dari struktur pengurus yang ada pada asosiasi sepak bola Indonesia tersebut, sebagai langkah perbaikan sepak bola kita. Demi sepak bola, demi Indonesia.

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: