
Readtimes.id– Kabar mengejutkan kembali datang dari dunia pendidikan tinggi Tanah Air. Belum usai tentang polemik pemberian gelar kehormatan honoris causa pada sejumlah publik figur dan politisi, kini isu rektor rangkap jabatan kembali menghampiri.
Seperti halnya pemberian gelar honoris causa yang dilakukan tak sedikit universitas, rangkap jabatan juga dilakukan sejumlah rektor di universitas.
Jenis jabatan dan perusahaan yang dipegang pun beragam, dari wakil komisaris utama hingga komisaris independen. Dari Badan usaha milik swasta hingga badan usaha milik negara.
Baca Juga : Heboh Lip Service, Rektor UI Rangkap Wakil Komisaris
Adapun beberapa diantaranya bahkan secara terang-terangan melanggar statuta perguruan tinggi di mana tempatnya memimpin. Dan ironisnya itu telah berlangsung bertahun-tahun namun luput dari perhatian dan pengetahuan publik.
Hal ini tak lain disebabkan karena kurangnya transparansi yang dilakukan perguruan tinggi dalam merumuskan setiap kebijakannya kepada publik. Seperti dijelaskan Haedar Akib, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Makassar (UNM).

Sebagai institusi yang dapat diakses dan diperuntukkan untuk publik, perguruan tinggi masih cenderung eksklusif dalam mensosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil. Termasuk pemberian izin rektor untuk terlibat dalam rangkap jabatan. Selain itu juga kurangnya penegakan dan internalisasi aturan yang ada oleh berbagai pemangku kebijakan di perguruan tinggi.
“Aturan yang tertuang dalam statuta itu berangkat dari niat dan norma yang baik, namun untuk mencapai cita-cita yang baik itu kita membutuhkan seorang aktor yang memiliki integritas dalam menjalankan aturan,” terangnya.
Pihaknya menilai rangkap jabatan dapat terjadi tak luput dari integritas para penerima jabatan yang sejatinya masih perlu dipertanyakan. Karena pada dasarnya, secara umum mereka tahu bahwa hal tersebut bertentangan dengan aturan.
Terkait dalih status PTN-BH dan program kampus merdeka yang membuka kran relasi antara kampus dan sejumlah perusahaan, ia beranggapan bahwa tidak selayaknya dijadikan alasan untuk menggadaikan independensi atau bahkan menguntungkan individu tertentu. Menurutnya, justru hal tersebut perlu dipandang sebagai sebuah sarana untuk mengembangkan mutu dan kualitas pendidikan tinggi.
Baca Juga : Tradisi Komisaris di Akhir Jabatan Rektor
Lebih dari itu untuk memastikan tegaknya aturan pendidikan tinggi, diperlukan peran Kementerian Pendidikan sebagai ujung tombak dari terbitnya regulasi untuk berbenah diri dan melakukan pengawasan pada setiap implementasi aturan di lapangan.