RT - readtimes.id

Saatnya Pemilihan Pendahuluan Berpihak pada Pilihan Publik

Readtimes.id– Model pemilihan pendahuluan partai politik seperti konvensi maupun rembuk nasional seharusnya dapat menjadi jalan alternatif dalam menjaring figur calon Presiden sesuai dengan pilihan masyarakat, bukan sekadar menjadi sarana mendongkrak posisi partai.

Seperti diketahui, belakangan partai Nasdem dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) gencar menyuarakan terkait rembuk nasional dalam memilih figur Presiden di Pemilu 2024. 

Setelah batal menggelar konvensi, partai yang dinahkodai Surya Paloh tersebut hendak menggelar rembuk nasional pada rapat kerja nasional (Rakernas) Juni mendatang untuk menjaring tiga nama yang diusulkan ke ketua umum dan  diusung jadi capres.

“Nasdem akan melakukan rembuk nasional melalui Rapat Kerja Nasional pada pertengahan Juni 2022 untuk menjaring capres bottom up dan menetapkan 1 sampai 3 capres untuk diperkenalkan kepada masyarakat, dan kepada calon partai koalisi untuk membentuk koalisi capres dalam memenuhi Presidential Threshold 20% pilpres 2024,” ujar Sekjen Nasdem Johnny G Plate kepada wartawan, Minggu (27/2/2022).

Sementara itu PSI melalui situsnya menyodorkan beberapa nama tokoh Tanah Air untuk dipilih warganet sebagai calon Presiden. Emil Dardak, Ganjar Pranowo, Najwa Shihab, Erick Thohir, Mahfud MD, dan Ridwan Kamil adalah beberapa nama yang masuk di program jajak pendapat tersebut yang diberi tema “Rembuk Rakyat Mencari Penerus Jokowi “. 

Dari pantauan readtimes.id  hingga Jumat siang di situs PSI terdapat tiga tokoh yang memperoleh poling tertinggi, yakni Ganjar Pranowo 43,69 persen, disusul Erick Thohir 28,48 persen, dan Ridwan Kamil 5,73 persen.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedy Kurnia Syah mengatakan bahwa kendati nampak demokratis, sejatinya rembuk nasional yang dilakukan oleh partai-partai ini mempunyai kecenderungan pragmatis.

“Agenda -agenda semacam itu muatannya politis, artinya dengan melakukan rembuk nasional ini diharapkan dapat menarik simpati dari tokoh- tokoh yang berpengaruh yang kemudian terjaring dalam kegiatan tersebut dan diharapkan tokoh-tokoh itu dapat menarik basis massa yang nantinya digiring untuk memilih partai tersebut, ” terang Dedy saat dihubungi oleh readtimes.id pada Kamis, (21/4).

Lebih lanjut, kendati mendapatkan suara tertinggi melalui jajak pendapat, para tokoh berpengaruh ini belum tentu akan diusung ke mitra koalisi, karena belum tentu mitra koalisi suka dengan tokoh tersebut.

“Sama seperti PKB misalnya merekrut tokoh-tokoh populer kemudian dijadikan sebagai daya pengungkit bagi partai politik, tetapi tokoh-tokoh ini belum tentu terusung karena belum tentu punya kekuatan politik yang disukai mitra koalisi,” tambahnya.

Pada ujungnya publik perlu mempertanyakan kembali implementasi pasal 29 dalam undang-undang nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik yang mengamanatkan bahwa partai politik harus melakukan rekrutmen dengan demokratis dan terbuka dalam mengusung calon pemimpin. Ini penting   agar hak konstitusional warga negara tidak  lagi dirugikan, dimana memilih pemimpin yang berasal dari rakyat dan bekerja untuk rakyat.

Editor : Ramdha Mawaddha

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: