Readtimes.id– Wacana pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara Pemilu, santer disuarakan jelang uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh Komisi II DPR. Kendati demikian, selain mengupayakan pemenuhan kuota keterwakilan perempuan, DPR juga perlu memastikan bahwa perempuan yang lolos sebagai penyelenggara di KPU maupun Bawaslu memiliki kompetensi mumpuni.
Seperti yang diketahui, wacana ini didorong oleh koalisi masyarakat sipil, lembaga kampus dan akademisi, serta organisasi kemasyarakatan. Adapun diantaranya adalah dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Mengutip Antara dalam diskusi publik bertajuk “Catatan Publik untuk Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota KPU dan Bawaslu” yang disiarkan di kanal YouTube Puskapol FISIP UI, Sekretaris Jenderal KPI Mike Verawati mendorong agar selain menghasilkan anggota yang memenuhi jumlah minimal keterwakilan perempuan yaitu 30 persen, seleksi calon anggota KPU mesti mempertimbangkan kualitas.
Selain itu, dalam keterangan persnya bersama Perludem, Kode Inisiatif, Puskapol UI, Fatayat NU, LHKP PP Muhammadiyah dan beberapa organisasi lainnya pada Minggu, 13 Februari 2022, KPI juga mendorong agar proses seleksi nanti mengedepankan profesionalitas dalam menggali ide dan pokok pikiran para peserta.
Hal ini penting mengingat ke depan anggota KPU maupun Bawaslu yang lolos akan berhadapan dengan persoalan Pemilu serentak yang begitu kompleks pada 2024. Tidak hanya membutuhkan fisik dan mental yang kuat, para calon penyelenggara juga dituntut mempunyai kecakapan komunikasi yang proporsional mengingat mereka akan bersentuhan dengan stakeholder, termasuk partai politik yang memiliki kepentingan politik.
Lebih dari itu, ini juga penting agar kasus-kasus hukum yang pernah menimpa sejumlah penyelenggara di Pemilu sebelumnya tidak lagi terulang, karena berpotensi menggerus kepercayaan publik.
Oleh karenanya jika hanya memperhatikan keterpenuhan kuota tanpa kualitas tentu akan berpengaruh pada kinerja para penyelenggara. Selain itu cita-cita afirmasi dimana prespektif perempuan diperhitungkan dalam terwujudnya sebuah pesta demokrasi yang inklusif yang dapat memfasilitasi kepentingan perempuan juga tidak dapat tercapai.
Memastikan Keterwakilan Penyelenggara Perempuan di Daerah
Patut diketahui, dorongan untuk mewujudkan keterpilihan perempuan pada penyelenggara Pemilu tingkat pusat paling sedikit 30 persen, juga berguna untuk memastikan bahwa nantinya di level daerah juga demikian. Apalagi mengingat para komisioner di pusat inilah yang nantinya memiliki andil dalam menentukan komposisi penyelenggara di daerah.
Oleh karenanya, dalam fit and proper test ini, penting untuk DPR menjaring figur- figur yang memiliki komitmen untuk mewujudkan Pemilu yang semakin inklusif, setara, dan berkeadilan gender.
“Kami harap proses nanti juga terbuka sehingga publik bisa melihat semua calon, bagaimana kapasitas mereka ketika berkaitan dengan political will terhadap perempuan,” kata Koordinator Nasional JPPR, Nurlia Dian Paramita dalam jumpa pers bertajuk “Mendesak DPR Mematuhi Aturan Keterwakilan Perempuan minimal 30% di Penyelenggara Pemilu” pada Jumat 11 Februari 2022.
Patut diketahui uji kepatutan dan kelayakan calon anggota KPU dan Bawaslu RI sesuai jadwal dimulai pada Senin(14 /02/2022) hingga Rabu ( 16/ 02/2022).
Adapun nama-nama tujuh calon perempuan yang akan mengikuti fit and proper test ini diantaranya adalah Betty Epsilon Idroos ( Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta 2018-2023), Dahliah Umar ( Ketua Network for Indonesia Democratic Society) , Iffa Rosita ( anggota KPU Provinsi Kalimantan Timur 2019-2024) , serta Yessy Yatty Momongan ( anggota KPU Sulawesi Utara 2018-2023) untuk KPU; dan Andi Tenri Sompa ( dosen Administrasi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat), Lolly Suhenty ( anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat 2018-2023) , serta Mardiana Rusli ( Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia Sulawesi Selatan) untuk Bawaslu.
Tambahkan Komentar