Readtimes.id– Tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Alih-alih terus menyatakan sikap untuk berperang dengan virus yang kali pertama merebak di Kota Wuhan, China itu, belakangan banyak negara yang menyatakan berdamai dan mulai menyiapkan langkah untuk hidup berdampingan.
Adalah David Heymann, Ketua Kelompok Penasihat Strategis dan Teknis WHO untuk Bahaya Penyakit Menular yang sejak tahun lalu, telah memprediksi bahwa Covid-19 akan berada lama di bumi. Oleh karena itu, manusia harus terbiasa hidup bersama dengan virus yang telah mengakibatkan kematian 4 miliar lebih penduduk dunia ini.
Adapun salah satu negara di Asia yang belakangan mulai bersiap-siap dengan kebijakan berdampingan dengan Covid-19 adalah Indonesia. Di bawah kepemimpinan Jokowi, sebuah roadmap kebijakan jangka panjang tengah digarap untuk transisi dari pandemi menuju endemi.
Hal ini tidak lain mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya adalah penurunan kasus. Seperti yang diterangkan epidemiolog Universitas Hasanuddin Ridwan Amiruddin pada readtimes.id.
Menurutnya, dalam perubahan status pandemi menjadi endemi, Covid-19 memang tidak hilang sepenuhnya namun lebih bisa dikendalikan karena patogenisitas virus ini mulai menurun.
“Hal itu terbukti dengan mutasi yang tidak se-ganas dengan varian sebelumnya. Selanjutnya karena imunitas kelompok yang semakin menguat, dan penerapan protokol kesehatan yang semakin meluas, ” terang Ketua Konsultan Satgas COVID-19 Sulawesi Selatan (Sulsel) ini.
Sementara itu dalam konferensi pers virtual yang digelar di Jakarta, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah saat ini melalui Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan beberapa hal untuk mempertahan status Indonesia yang diklaim telah berhasil menurunkan angka penuluran Covid-19.
Hal ini terbukti dari angka positivity rate Indonesia yang turun menjadi 4,57 persen, dimana semula 12, 89 persen pada Agustus lalu. Dengan capaian itu Indonesia telah berhasil mencapai standar positivity rate yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni kurang dari 5%.
Adapun beberapa langkah yang kemudian tengah diupayakan pemerintah diantaranya pertama, peningkatan kapasitas publik jangka panjang melalui pemberdayaan pemerintah daerah untuk mampu mengidentifikasi secara mandiri sesuai kondisi terkini di wilayah masing-masing.
“Kedua, menentukan dasar pembangunan jangka panjang, termasuk peningkatan ketahanan kesehatan masyarakat, ” kata Wiku.
Ketiga, melakukan evaluasi kebijakan nasional dan sistem pengendalian yang lebih efisien secara berkala. Misalnya, pembaruan poin pengetat pelonggaran dan digitalisasi skrining kesehatan.
Ketiga, melakukan evaluasi kebijakan nasional dan sistem pengendalian yang lebih efisien secara berkala. Misalnya, pembaruan poin pengetat pelonggaran dan digitalisasi skrining kesehatan.
Keempat, melanjutkan vaksinasi Covid-19 maupun vaksinasi penyakit esensial lainnya.
Selanjutnya yang kelima, investasi jangka panjang untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat secara berkelanjutan. Dan keenam, pelaksanaan kegiatan ekonomi yang produktif namun tetap terkendali.
Tidak Lengah
Kendati demikian seyogianya publik musti tetap waspada di tengah keberhasilan Indonesia terbebas dari predikat episentrum Covid dunia, ditambah dengan usaha pemerintah yang tengah mencoba menyusun roadmap kebijakan dari pandemi menuju endemi dengan mulai memberi kelonggaran terhadap berbagai sektor untuk kembali beroperasi, salah satunya melalui penurunan level PPKM di sejumlah wilayah utamanya Jawa-Bali.
Hal ini berkaca pada sejumlah negara seperti Taiwan, Singapura, Australia, Inggris, yang terpaksa kembali melakukan lockdown nasional karena kasus meningkat di tambah varian baru delta yang tidak terkendali setelah sebelumnya berani melonggarkan kebijakan pembatasan.
“Hal paling penting yang tetap perlu dijaga sebagai kultur baru adalah menjaga hidup yang lebih bersih, mengenal lokasi rawan dengan potensi penularan yang tinggi,” tambah Ridwan Amiruddin.
Ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh para ahli kesehatan dunia, bahwa sejatinya penemuan vaksin saja tidak cukup untuk berdamai dengan virus Covid-19. Potensi untuk terpapar kali kedua sangat mungkin terjadi bagi mereka yang sebelumnya telah mendapatkan vaksin dan lengah dalam menerapkan protokol kesehatan.
1 Komentar