Readtimes.id– Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin menyoroti sikap pejabat publik yang belakangan dinilai telah melanggar etika politik dalam negara demokrasi.
Aksi tersebut dibungkus dalam dialog publik yang bertema “Krisis Etika Politik dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia” yang digelar pada Rabu, 28 Februari 2024 di Aula Prof Syukur Abdullah FISIP Unhas.
Adapun diskusi tersebut diisi oleh empat narasumber yakni Pengamat Politik Endang Sari, Dosen Ilmu Politik Armin Arsyad, politisi muda Al Hidayat dan perwakilan mahasiswa Alfito Dianova.
Endang Sari dalam pemaparannya mengungkapkan bahwa tujuan politik bukan hanya tentang kekuasaan, melainkan bagaimana kebaikan diwujudkan dalam posisi politik yang melahirkan keberpihakan pada kepentingan publik.
“Dalam ranah etika karena dia memilih jadi pejabat publik maka semua hal yang melekat didalam dirinya itu adalah representasi publik,” ujarnya.
“Sebagai masyarakat kita akan mempertanyakan ketika seorang pejabat publik menggunakan fasilitas publik untuk mengkampanyekan dirinya. Fasilitas publik itu milik publik dan dibiayai oleh anggaran publik sehingga akan sangat tidak beretika ketika kemudian fasilitas itu dipakai untuk menggolkan apa yang menjadi kepentingan pribadinya,” imbuhnya.
Kata Endang selanjutnya, dalam proses yang demikian ini kampus tidak boleh sibuk sendiri sebatas menjadi menara gading pengetahuan. Kampus sebagai barometer moral publik harus bersuara lantang ketika pejabat publik telah keluar dari koridor etika.
Dilain sisi Al Hidayat menceritakan bagaimana kerja-kerja kampanye yang dilakukan oleh politisi. Dia menjelaskan tentang bagaimana seorang politisi yang tidak dikenal oleh publik tentang rekam jejaknya tiba-tiba bisa merebut perhatian ruang media sosial.
Kata sosok yang mencalonkan sebagai anggota DPD tahun ini, ada permainan bisnis digital dalam kampanye sehingga hanya calon yang mempunyai sumber daya lebih yang dapat menguasai media sosial. Berangkat dari hal itu menurutnya penting adanya etika politik dalam ruang-ruang digital.
Selanjutnya adalah perwakilan dari mahasiswa Ilmu Politik, Alfito Dianova, yang mempertanyakan terkait keberadaan etika dalam praktik politik. Menurutnya selama ini praktik etika politik hanya ada di ruang-ruang kelas kuliah formal namun tidak ada di ranah praktis.
“Jadi poinnya adalah bicara soal krisis etika tadi apakah benar etika itu sejak awal memang ada dalam politik karena kita tahu realitas politik, realitas dalam dunia pemerintahan itu begitu cair,” ujar Alfito.
Sementara itu Prof. Armin Arsyad mengungkapkan bahwa sejatinya ada tiga tipologi pemimpin yang baik.
Pertama mereka yang memiliki kemampuan kapabilitas leadership yang memadai dan telah dibuktikan dengan berbagai prestasi dan kesuksesan kepemimpinan. Kedua mampu menyalurkan hak masyarakat secara merata dan tepat sasaran.
Kemudian yang ketiga adalah mampu merangkul perbedaan baik itu suku maupun etnis.
Untuk diketahui kegiatan dialog ini merupakan bagian dari program kerja Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Unhas yaitu Soca (Sosialization and Education) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang fenomena sosial dan politik.
Editor: Ramdha Mawaddha
12 Komentar