RT - readtimes.id

Syarat Calon Kepala Daerah Digugat Dua Mahasiswa FH UI

Doc. Istimewa

Readtimes.id — Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait syarat calon gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, serta bupati dan wakil bupati yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf S UU No.10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pada gugatan tersebut, kedua mahasiswa yang bernama Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramdhan ingin calon kepala daerah harus mundur sebagai caleg terpilih sebagai syarat pencalonan, jika calon terkait sudah terpilih di Pileg 2024.

Pemohon ingin MK menyatakan Pasal 7 Ayat (2) huruf s yang berlaku sekarang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuat hukum mengikat.

Kedua pemohon ingin mengubah bunyi pasal menjadi

“Menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terpilih berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan.”

Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi juga meminta kepada MK agar memprioritaskan perkara ini, dan menjatuhkan putusan sebelum dimulainya masa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sebelum dimulainya tahapan pendaftaran calon peserta Pilkada 2024.

Mereka mengatakan, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum, proses Pemilu 2024 selesai pada tanggal 1 Oktober bertepatan dengan pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD, serta 20 Oktober dengan pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden.

Sementara Pilkada Serentak 2024 dijadwalkan pada 27 November 2024. Menurutnya, proses penyelenggaraan pilkada yang dimulai dari proses pendaftaran hingga proses pemilihan membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Hal itu merujuk pada penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2020.

Apabila mengikuti kebiasaan pada Pilkada sebelumnya, menurut pemohon, maka pendaftaran pasangan calon peserta Pilkada 2024 akan dilaksanakan pada Agustus-September 2024.

Pemohon menilai akan terjadi konflik jadwal antara masa tunggu caleg terpilih untuk dilantik dengan jadwal pendaftaran pasangan calon peserta Pilkada 2024.

Pemohon menyebut, jika menggunakan pasal lama, terdapat peluang bagi caleg terpilih Pemilu 2024 untuk mendaftarkan diri menjadi pasangan calon peserta Pilkada 2024 tanpa melepaskan statusnya sebagai caleg terpilih.

Sebabnya, Pasal 7 Ayat (2) huruf s UU Pilkada dinilai tidak mengakomodir pengunduran diri bagi caleg terpilih yang belum dilantik.

Lebih lanjut, pemohon merasa dirugikan karena tidak terdapat kepastian hukum sebagai pemilih untuk menyalurkan mandatnya kepada wakil rakyat yang dipilih.

Pemohon menilai, apabila calon anggota DPR, DPRD, atau DPD terpilih kemudian mengikuti Pilkada 2024, maka intensinya akan mengundurkan diri pasca-dilantik pada Oktober jika merasa terpilih kembali pada Pilkada nantinya.

“Jika yang bersangkutan mengikuti Pilkada 2024, kesan yang dibangun adalah Pemilu 2024 hanya menjadi ajang untuk mengamankan diri untuk menduduki jabatan kekuasaan (second option) bilamana targetnya menjadi kepala daerah tidak diwujudkan,” jelas pemohon dalam berkas permohonannya.

“Dengan demikian, mandat yang diberikan oleh para pemohon pada Pemilu 2024 akan terbuang sia-sia dan calon anggota DPR, DPRD, dan DPD terpilih terkesan mempermainkan mandat Pemilu sebagai prosesi sakral dari demokrasi,” tambah mereka.

Hal tersebut, lanjut para pemohon, bertentangan dengan esensi dasar Pemilu untuk melaksanakan amanah rakyat.

Editor : Ramdha Mawaddha

Dewi Purnamasakty

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: