Readtimes.id– Jaraknya tiga ratus kilometer dari Kota Makassar. Bisa ditempuh melalui jalur laut maupun Udara. Taka Bonerate adalah kawasan Taman Nasional yang terletak di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.
Ditunjuk sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sejak tahun 1992, membuat daerah yang terkenal dengan hamparan karang yang berbentuk cincin di dunia ini terus berbenah.
Tidak hanya peningkatan pelayanan pariwisata, melainkan juga pemeliharaan lingkungan, terutama ekosistem laut yang menjadi pesona taman nasional yang telah ada sejak zaman Belanda itu.
Hal ini dilakukan mengingat kawasan Taka Bonerate yang terdiri dari beberapa pulau dihuni oleh penduduk yang secara mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tangkap. Rendahnya taraf hidup masyarakat merupakan persoalan utama yang bersinggungan langsung dengan keberlangsungan sumberdaya alam.
Ini yang kemudian diidentifikasi secara khusus oleh WCS ( Wildlife Conservation Society)dan Balai Taman Nasional Taka Bonerate sebagai sebuah permasalahan yang menghambat pengembangan konservasi wilayah ini.
Tak hanya itu, komunikasi dengan masyarakat melalui sejumlah program edukasi, penyuluhan, dan penyadaran juga penting dilakukan.
Seperti yang diterangkan Kepala Balai Taman Nasional Taka Bonerate Faat Rudhianto, berbagai gerakan edukasi ini salah satunya terangkum dalam kegiatan kemah konservasi 2021 yang juga merupakan rangkaian peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2021. Kegiatan ini diikuti masyarakat, terutama para anak muda, yang kelak menjadi pelopor konservasi.
“Output yang diharapkan dari kegiatan ini untuk menumbuh kembangkan kecintaan para anak muda yang nantinya menjadi generasi penerus pengelola Taman Nasional Taka Bonerate untuk turut serta dalam upaya penyelamatan lingkungan,” terang Faat Rudhianto kepada readtimes.id.
Pihaknya berharap para anak muda yang terlibat dalam kemah konservasi ini dapat memberikan pemahaman, minimal dalam lingkungan keluarga tentang pentingnya menjaga ekosistem laut dengan tidak melakukan hal-hal yang merusak seperti kegiatan destructive fishing.
Nelayan Tarupa yang Perlahan Menggunakan Alat Tangkap Legal
Jam menunjukkan pukul 11:29 siang saat tim media trip readtimes.id meninggalkan pelabuhan Pattumbukang menuju Taka Bonerate. Dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat, waktu tempuh ke lokasi pertama pulau Tarupa yang masuk administrasi desa Tarupa ditempuh kurang lebih lima jam.
Desa Tarupa masuk dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Desa tarupa berpenduduk kurang lebih 337 KK dengan aktivitas masyarakat mayoritas sebagai nelayan. Baik nelayan pancing, panah dan nelayan bagang.
Setibanya di Tarupa kami disambut Kepala Pos Pengawasan Taman Nasional wilayah I Tarupa, Agusriadi S.Hut yang telah bertugas selama 13 tahun di Taka Bonerate. Agusriadi atau yang biasa disapa dengan Pak Agus menyampaikan, agenda patroli dilakukan tiap 3-4 hari dalam seminggu.
Pada waktu yang bersamaan ia memberikan informasi bahwa patroli hari itu ia dan timnya tidak menemukan adanya pelanggaran alat tangkap yang tidak ramah lingkungan atau destructive fishing yang dilakukan nelayan. Adapun rute patroli adalah dari Taka Latondu, Latondu Besar dan Taka Rajuni yang berada dalam kawasan taman nasional.
Selain itu, ia juga menjelaskan terkait hal -hal yang dilakukan selama menjalankan patroli. Yakni dengan kunjungan ke setiap kapal nelayan dan meminta surat izin tangkap dan memastikan alat tangkap yang digunakan.
Baca Juga : Metode Smart Patrol di Tarupa
Adapun beberapa alat tangkap yang dilarang adalah alat tangkap yang tidak ramah lingkungan atau bahkan dapat membahayakan dirinya sendiri seperti bom dan kompresor.
Kendati demikian menurut Agusriadi, kurang dari satu tahun, intensitas penggunaan alat tangkap ilegal yang tidak ramah lingkungan atau dalam kawasan taman nasional sudah berkurang dan lebih banyak keluar dari area kawasan.
Hal ini dibenarkan oleh Haji Uddang (40) sebagai ‘local champion’ yakni sebutan bagi mereka yang berkontribusi menyelamat ekosistem dengan menjadi pioner untuk masyarakat sekitar untuk tidak lagi menggunakan alat tangkap ilegal.
“Saya juga pernah menggunakan alat tangkap yang ilegal seperti bom, bius dan alat bantu kompresor, tapi sekarang sudah beralih ke alat tangkap yang legal atau alat tangkap yang ramah lingkungan, ” terangnya.
Namun setelah sadar akan dampaknya yang kemudian dapat merusak lingkungan, pihaknya memutuskan untuk berhenti dan justru mengajak warga Tarupa beralih ke penggunaan alat tangkap legal, dan memberikan mereka fasilitas peralatan seperti kaca penyelam dan fins atau kaki katak.
” Sekarang sudah ada 47 anggota nelayan saya yang aktivitas menggunakan panah ikan. Yang dulunya juga menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan,” pungkasnya.
2 Komentar