Readtimes.id– Merespon berbagai masukan publik terkait peraturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akhirnya menyepakati perubahan Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Khususnya, Pasal 8 ayat (2) soal penghitungan syarat keterwakilan perempuan.
Seperti yang diketahui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 memuat terkait pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khususnya yang terkait dengan cara
dengan cara penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Perempuan di
setiap Daerah Pemilihan (Dapil).
Sebelumnya, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 itu mengatur bahwa jika dalam penghitungan 30 persen bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan dengan dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.
Ketiga lembaga penyelenggara pemilu itu sepakat untuk merevisi ketentuan tersebut menjadi pembulatan ke atas jika dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan.
Jamin Keterwakilan Perempuan
Anggota KPU Makassar, Endang Sari menilai, perubahan ini merupakan upaya untuk menjamin pemenuhan kuota 30 persen bagi perempuan.
“Perubahan PKPU 10 Tahun 2023 pasal 8 ayat (2) adalah komitmen untuk menjamin pemenuhan Kuota 30 persen seperti amanah UU no.7 tahun 2017,” ujar Endang dalam keterangan resminya yang diterima oleh readtimes pada, Kamis 11 Mei 2023.
Sebagaimana UU No. 7 Tahun 2017, kata Endang, bahwa salah satu syarat untuk menjadi peserta pemilu adalah dengan menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan di daftar bakal calon.
“Tak UU No.7 Tahun 2017, UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik juga mengatur jelas bahwa kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan,” papar Endang.
Endang meyakini, keterwakilan 30 persen perempuan mampu melahirkan representasi perempuan di parlemen.
“Angka ini adalah angka minimal bagi perempuan untuk dapat memberi peran penting dan ikut serta dalam perumusan kebijakan,” katanya.
Menurut Endang, keterwakilan perempuan perlu digalakkan. Pasalnya, dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, keputusan sering kali diambil berdasarkan mekanisme pemungutan suara.
“Oleh karena itu, jumlah representasi perempuan menjadi penting dan regulasi pemilu mengatur dengan tegas hal tersebut,” pungkasnya.
Tambahkan Komentar