Readtimes–Golongan putih atau yang lazim disebut Golput merupakan fenomena yang terus hadir bersamaan dengan wacana kontestasi pemilihan umum di negara-negara demokrasi. Golput menjadi bentuk ekspresi terhadap kondisi sosial politik yang dihasilkan dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan, tuntutan, dan aspirasi masyarakat.
Di Indonesia sendiri golput mulai dikenal di masyarakat pada pemilu tahun 1971. Pada saat itu gerakan golput ini terbentuk disebabkan oleh tidak adanya sosok tokoh dan peserta pemilu (Partai Politik) yang dianggap mampu menjadi penampung aspirasi masyarakat yang mengalami kekecewaan di bawah rezim Orde Baru. Namun kondisi hari ini golput terjadi bukan hanya bersumber dari kekecewaan saja, tetapi ada beberapa faktor yang dapat membentuk golput sehingga masih dapat ditemui pada perhelatan pemilu di Indonesia.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh M.Sibga dalam dialog yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Makassar Timur. Menurutnya selain ideologi, secara teknis disebabkan oleh problem penggunaan hak pilih yang tidak terjangkau dan belum terdata oleh penyelenggara pemilu (KPU).
Kemudian hal tersebut diuraikan lebih jelas oleh narasumber kegiatan dialog tersebut, yakni Komisioner KPU Kota Makassar Endang Sari.
” Tantangan terbesar bagi kami di KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah bagaimana memastikan seluruh Hak Pilih masyarakat dapat tersalurkan dengan baik pada bilik suara nantinya. Tantangan itu kami tempuh dengan terus menggencarkan kampanye-kampanye partisipasi pemilu di seluruh lapisan masyarakat,” ujar Endang seperti yang dikutip pada, Senin 5 Juni 2023
Adapun persoalan teknis hak pilih kata Endang, dilakukan dengan pembentukan badan Ad Hoc sampai ke tingkat kelurahan/desa yang bertugas untuk penginputan data pemilih dan sekaligus juga untuk memvalidasi data hak pilih.
Selanjutnya narasumber yang lain yakni Rury Ramadhan sebagai pegiat literasi sosial politik, menjelaskan juga bahwa golongan putih yang muncul di permukaan masyarakat akan terus bergulir sepanjang demokrasi yang dijalankan terus mencari bentuk idealnya.
“Golput seakan hidup bagai sisi mata uang yang terus berdampingan dengan demokrasi dan puncak afirmasi golput ketika pemilihan umum dilaksanakan. Di sisi lain golput bukan hanya sekedar gerakan memilih untuk tidak memilih pada ranah kontestasi elektoral, tetapi juga merupakan sisi kritis kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, hasil diskursus yang disebabkan oleh fenomena sosial, dan hasil dari gejolak pemikiran-pemikiran, ” ujar Rury
Lebih lanjut menurutnya sebagai masyarakat yang hidup pada sistem demokrasi, kita semua memiliki peranan dan tanggung jawab bersama untuk terus menekan angka golput dengan melibatkan seluruh anggota masyarakatnya untuk menggunakan hak pilihnya dan menentukan pemimpinnya sesuai dengan harapan dan aspirasi yang ada. Kata dia, demokrasi yang baik dan sehat adalah diukur dengan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam memberikan pendapat dan pilihannya untuk membangun bangsa dan negara. Sehingga agenda-agenda pembangunan akan menghasilkan political will yang akan sangat menunjang kestabilan dan keberhasilan pemerintahan yang ada.
76 Komentar