Readtimes.id– Kenyataan pahit harus diterima oleh Zulkarnain Hamson bersama 28 orang mahasiswa Universitas Hasanuddin. Ketika situasi pandemi Covid-19 sedang meningkat, 21 September 2020 Zulkarnain Hamson bersama sejumlah mahasiswa Universitas Hasanuddin justru menerima Surat Keputusan Rektor Nomor 4884/UN4.1/KEP/2020 yang menyatakan bahwa dirinya tak lagi dapat melanjutkan studi di Universitas Hasanuddin atau mengalami Drop Out dengan alasan dinyatakan tidak aktif karena tidak menyelesaikan kewajiban pembayaran selama 2 semester.
Zulkarnain Hamson adalah seorang mahasiswa program doktoral Ilmu Komunikasi di Universitas Hasanuddin yang pada saat itu harusnya tengah menempuh semester kelima pada bulan September tahun 2020, namun pada semester berjalan Zulkarnain Hamson dianggap tidak melakukan kewajiban pembayaran tepat waktu.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Zulkarnain Hamson kepada readtimes.id, ada sejumlah alasan mengapa dirinya terlambat dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang menjadi kewajibannya sebagai mahasiswa. Hal tersebut karena pada bulan Mei 2020 Zulkarnain Hamson dinyatakan sakit oleh dokter dan disarankan untuk istirahat. Kemudian pada bulan Oktober 2020 istri Zulkarnain Hamson divonis menderita Covid-19. Persoalan kesehatan dan keluarga tersebut membuat Zulkarnain Hamson tidak dapat segera menyelesaikan kewajiban penyelesaian pembayaran UKT apalagi sedang dalam situasi pandemi.
Berdasarkan kronologi yang dibuat oleh Zulkarnain Hamson, pada 16 Agustus 2020 dirinya pernah mengirimkan surat permohonan perpanjangan waktu pembayaran mengingat kondisinya saat itu sangat tidak memungkinkan untuk melakukan pembayaran uang kuliah. Namun Zulkarnain Hamson tidak pernah mendapatkan jawaban dari pihak universitas. Justru pada tanggal 21 September 2020 Universitas Hasanuddin menerbitkan surat pemecatan dirinya sebagai mahasiswa program doktor yang informasinya ia peroleh melalui pesan whatsapp yang dikirim oleh seorang rekannya yang saat itu namanya juga tercantum dalam SK tersebut.
Kisah Klasik Kampus Merah
Muhammad Restu selaku Wakil Rektor I yang membawahi bidang akademik Universitas Hasanuddin dalam keterangan langsung pada readtimes.id, menyebutkan bahwa pemutusan studi bisa terjadi karena sejumlah hal, mulai dari IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tidak mencukupi, tidak melakukan pembayaran uang kuliah dan registrasi akademik selama dua semester seperti yang kemudian tercantum dalam peraturan akademik Universitas Hasanuddin.
Muhammad Restu juga menjelaskan bahwa semua kebijakan yang diambil oleh Universitas Hasanuddin pada dasarnya merupakan hasil koordinasi dengan setiap fakultas, termasuk dalam kasus pemberhentian mahasiswa.
Namun bagi Zulkarnain Hamson kebijakan pemberhentian dirinya sebagai mahasiswa program doktor ilmu komunikasi terasa aneh pada saat itu. Karena dirinya tidak pernah mendapatkan surat secara resmi langsung dari pihak Universitas Hasanuddin, baik lewat Whatsapp pribadi maupun email dan surat secara fisik. Surat keputusan rektor nomor 4884/UN4.1/KEP/2020 tertanggal 21 September 2020 justru beredar dari sejumlah grup Whatsapp yang akhirnya diterima oleh Zulkarnain Hamson baru pada bulan Desember 2020.
“Saya tidak pernah mendapatkan surat peringatan sebelumnya, juga jawaban atas surat permohonan perpanjangan waktu pembayaran yang pernah saya ajukan pada bulan Agustus 2020, terkait SK tersebut justru saya dapatkan dari rekan saya yang mengaku bahwa ia mendapatkannya dari grup Whatsapp dosen,“ terangnya.
Ketika mendapatkan SK pemecatan dirinya sebagai mahasiswa, pada tanggal 15 desember 2020 sistem pembayaran pada website Universitas Hasanuddin saat itu masih menampilkan tagihan untuk dirinya senilai 24 juta rupiah. Karena itu Zulkarnain Hamson lantas berusaha mencari pinjaman guna menyelesaikan pembayaran UKT yang tertunda. Namun karena saat itu akhir tahun dan kegiatan perbankan baru aktif pada awal tahun, Zulkarnain Hamson akhirnya baru dapat melakukan pengurusan UKT yang tertunda pada awal tahun.
Namun untuk melakukan pembayaran harus mendapat persetujuan akses dari sistem universitas untuk dapat melakukan pembayaran. Zulkarnain Hamson kemudian berusaha ke Universitas Hasanuddin untuk mendapatkan persetujuan pihak kampus agar bisa melakukan pembayaran, namun pihak Universitas Hasanuddin sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi Zulkarnain Hamson untuk bisa menyelesaikan tunggakan akademik dengan alasan sistem sudah tertutup.
“ Soal sistem pembayaran di Unhas itu pada dasarnya memiliki waktu atau periode pembayaran, nah jika sudah habis masa pembayaran itu otomatis sistem tertutup,“ jelas Wakil Rektor bidang akademik Universitas Hasanuddin. Persoalan keterlambatan layaknya yang dialami oleh Zulkarnain Hamson oleh pihak universitas terjadi karena sistem yang otomatis bekerja dalam membatasi waktu penyelesaian tagihan setiap mahasiswa.
Zulkarnain Hamson dalam keterangannya menjelaskan bahwa yang terjadi pada saat penerbitan SK pada dasarnya semester sedang berjalan dan belum berakhir, oleh sebab itu yang disebut keterlambatan selama dua semester sejatinya tidak bisa dikenakan pada dirinya. Apalagi sebelumnya pada bulan Maret 2020 terbit Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 36962 / MPK.A/ HK/ 2020 yang ditujukan pada seluruh pimpinan perguruan tinggi negeri maupun swasta, yang pada poin pertama menyatakan bahwa masa belajar paling lama bagi mahasiswa yang seharusnya berakhir pada semester genap 2019/2020 dapat diperpanjang 1 semester.
Menanggapi hal ini Muhammad Restu dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa kebijakan tersebut pada dasarnya hanya berlaku bagi mahasiswa yang habis masa studinya, yang belum selesai dan sedang berproses sehingga diperpanjang satu semester. Bukan untuk mahasiswa yang belum habis masa studinya dan tidak aktif.
Ramli Rahim pengamat pendidikan Sulawesi Selatan dalam menanggapi persoalan yang terjadi di kampus utamanya pada kasus lambat bayar berakhir dengan Drop Out pada masa pandemi, mengatakan bahwa hal tersebut sejatinya menunjukkan jika kampus kehilangan kebijaksanaan, dimana seharusnya dapat memberikan kesempatan dan meringankan beban mahasiswanya mengingat saat itu seluruh elemen masyarakat sedang mengalami kesulitan. Terkait sistem yang sejatinya juga dibuat oleh manusia menurut pihaknya juga harus sesuai dengan kebutuhan yang ada dan tidak kaku terlebih di masa pandemi seperti sekarang.
Tambahkan Komentar