Readtimes.id — Penyerangan Capitol Hill pada 6 Januari lalu berimbas pada pandangan dunia mengenai demokrasi Amerika yang dianggap tengah berada di dalam keadaan krisis.
Bagaimana tidak, pemilihan umum yang seharusnya menjadi tempat mendialogkan perbedaan dan pemberian legitimasi rakyat untuk sang pemimpin justru menjadi sumber dari kekacauan negara yang menjadi kiblat demokrasi itu.
Persoalan melayangkan gugatan dalam Pemilihan Presiden AS tidak dapat lagi dipandang sebelah mata, karena
telah mengarah pada tindakan kriminal dan mengancam keamanan negara.
Namun terlepas dari itu perlu diketahui lebih jauh bahwasanya persoalan gugat-menggugat di Pilpres tak hanya terjadi Amerika saja melainkan juga di negara Indonesia sebagai negara yang juga menobatkan diri sebagai negara demokrasi. Misalnya pada Pilpres tahun 2014 dan 2019 yang mana mempertemukan kandidat Capres yang sama yaitu Jokowi dan Prabowo Subianto.
Seperti yang diketahui pada Pilpres 2014, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa juga pernah menggugat kemenangan Jokowi sebagai Presiden terpilih karena adanya perbedaan data rekapitulasi suara KPU dengan real count yang dimiliki oleh tim Prabowo. Keadaan pun semakin buruk ketika Ketua KPU Husni Kamil Manik memberikan instruksi untuk membuka kotak suara di lima wilayah tanpa persetujuan hakim MK yang disinyalir sebagai bentuk kecurangan yang terstruktur dan tersistematis
Selanjutnya adalah gugatan pemilu pada tahun 2019 dimana lagi – lagi terdapat perbedaan hasil rekapitulasi suara antara KPU dan kubu Prabowo, dimana selisihnya mencapai 16 juta suara. Seperti yang diketahui Prabowo mengklaim dirinya telah berhasil memangkan Pilpres dengan hasil 52 persen sementara Jokowi hanya 48 persen berdasarkan data yang dimiliki oleh tim Prabowo.
Gugatan itu semakin menjadi-jadi ketika KPU memutuskan untuk mengumumkan rekapitulasi pada pukul 02.00 dini hari pada tanggal 21 mei yang dinilai oleh Prabowo sebagai bentuk kecurangan karena dilakukan di luar jadwal yang tersebar yaitu pada 22 mei.
Namun demikian meskipun harus melewati perseteruan yang alot di MK pada akhirnya kubu Prabowo tetap menerima keunggulan Jokowi di dua Pilpres yaitu pada tahun 2014 juga 2019.
Bahkan ujung dari perseteruan keduanya berakhir dalam satu kabinet kerja. Seperti yang diketahui Jokowi di periode keduannya meminta Prabowo untuk mendukungnya dengan menjadi Menteri Pertahanan. Begitupun juga Sandiaga Uno Wakil Presiden Prabowo di pemilu 2019 juga belum lama ini memutuskan untuk menerima pinangan Jokowi untuk bergabung di kabinet kerja untuk menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Terlepas dari wacana melemahnya oposisi di tanah air harus diakui bahwa sebagai negara yang belum genap satu abad menobatkan dirinya sebagai negara demokrasi Indonesia telah memberi contoh kepada dunia tentang bagaimana kedewasaan dalam berpolitik dan bagaimana memandang persoalan menang dan kalah dalam politik itu adalah hal yang biasa saja terjadi di negara yang telah memutuskan bahwa rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi.
Tambahkan Komentar