Readtimes.id– Pemberian vaksin booster atau dosis ketiga di tengah ancaman varian Omicron dinilai oleh ahli sebagai langkah tepat. Kendati demikian, hal ini perlu diimbangi dengan penyelesaian target vaksin primer serta persoalan vaksinasi yang terjadi di lapangan.
Pemerintah melalui Presiden Jokowi baru saja mengumumkan pemberian vaksin dosis ketiga atau booster untuk masyarakat secara gratis dalam konferensi pers di Istana Negara pada Selasa (11/1). Bila sesuai jadwal, pemberian vaksin akan dimulai pada Rabu (12/1) di daerah-daerah di Tanah Air dengan berbagai persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya.
Langkah ini pun mendapat apresiasi dari Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama.
“Pemberian booster tentu baik dan segera dimanfaatkan oleh yang sudah mendapat kesempatan ini. Kasus Omicron terus meningkat di dunia dan Indonesia. Tentu kita harapkan peningkatan kasus dapat dikendalikan,“ ungkapnya seperti yang dikutip dari Antara.
Kendati demikian, menurutnya secara makro pemberian booster ini jangan sampai mengorbankan upaya pemberian dua dosis utama yang kini menurut data dari Kementerian Kesehatan per 12 Januari baru mencapai angka 56,63 persen untuk dosis kedua. Sementara untuk dosisi pertama masih ada sekitar 12 persen yang belum mendapatkan vaksin.
Dari keseluruhan data yang ada, kelompok lansia dan masyarakat rentan adalah kelompok dengan capaian vaksinasi rendah. Baru sekitar 68,79 persen lansia yang mendapatkan vaksinasi dosis pertama, sementara dosis kedua baru 44,08 persen.
Baca Juga : Mereka yang Rentan dan Tertinggal
Sementara itu, untuk masyarakat rentan dan umum, cakupannya mencapai 70,66 persen dosis pertama, dan dosis kedua masih ada 50 persen yang belum mendapatkan vaksin.
Selain target vaksinasi yang perlu dikejar, adanya sejumlah praktik joki vaksin di daerah- daerah di Tanah Air juga menjadi persoalan yang tidak boleh dipandang sebelah mata hari ini. Karena meskipun belum ada riset terkait efek samping berbahaya untuk pemberian vaksin berulang kali, namun aksi joki vaksin bisa mengganggu tercapainya herd immunity atau kekebalan komunitas di Indonesia meskipun secara data target vaksinasi tercapai.
Penangkapan Abdul Rahim, pria 49 tahun, di Pinrang, Sulawesi Selatan yang mengaku telah divaksin sebanyak 17 kali yang terjadi pada Desember lalu, serta pengungkapan aksi tiga perempuan di Semarang yang menjadi joki vaksin baru-baru ini adalah beberapa contoh kasus yang terungkap.
Oleh karenanya selain meningkatkan sosialisasi akan pentingnya vaksin,meningkatkan pengawasan di lapangan khususnya bagi petugas vaksinator juga penting dilakukan.
Baca Juga : Disparitas Vaksinasi Tinggi, Tepatkah Langkah Vaksin Booster?
1 Komentar