Readtimes.id– Pusat Disabilitas Universitas Hasanuddin menggelar dialog ramadan. “Difabel dalam Pandangan Islam” menjadi tema khusus dialog yang menghadirkan sejumlah organisasi disabilitas di Kota Makassar tersebut pada Sabtu, Maret 2024.
Ketua panitia dialog ramadan, Nabila May Sweetha, mengatakan bahwa dialog ini bertujuan untuk memahami bagaimana pandangan Islam terhadap difabel. Ia menyatakan bahwa banyak difabel mengalami diskriminasi dalam beragama, belajar agama dan khususnya mengakses rumah ibadah untuk beribadah secara setara.
Bertempat di Hotel Universitas Hasanuddin, dialog ramadan ini menghadirkan aktivis yang peduli pada isu disabilitas yakni Dr. Ishak Salim dan Ustadz Jafar Nurdin sebagai pembicara.
“Dalam Islam, tidak ada term khusus yang menyebutkan orang dengan disabilitas. Disabilitas merupakan konsep baru yang muncul belakangan,” ujar Ishak Salim yang juga Kepala Pusat Disabilitas Unhas pada saat diskusi.
“Namun Islam menyediakan cara pandang yang menempatkan orang dengan kondisi disabilitas secara setara. Semua orang, baik dengan atau tanpa disabilitas diuji oleh Allah SWT,” imbuh Ishak.
Menurut Ishak, Islam melalui perilaku Nabi Muhammad dan para sahabat yang menjunjung akhlak Nabi memberikan banyak contoh bagaimana memperlakukan orang dengan disabilitas.
“Surat Abasa yang dibacakan saat pembukaan dialog menjelaskan adanya larangan bermuka masam dan berpaling dari mereka. Nabi Muhammad memberi makan orang buta setiap hari di pasar, Umar Bin Khattab sebagai khalifah menyediakan rumah di dekat masjid bagi orang buta yang tidak bisa ke masjid karena tidak akses, dan banyak lagi contoh baik, ” terang Ishak.
Sementara itu, Ustadz Jafar Nurdin, banyak memaparkan pentingnya upaya-upaya mediasi dan advokasi dari jamaah disabilitas dengan pemerintah.
“Kita harus menyampaikan kebutuhan kita kepada pihak terkait. Jika terkait keagamaan dan kemudahan beribadah di rumah-rumah ibadah, maka kita harus menyampaikannya dan terus mengawalnya, ” ujar sosok aktivis disabilitas dari Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia cabang Sulawesi Selatan ini.
Mengenai hal itu, Ishak Salim menyampaikan bahwa saat ini sudah terdapat buku Fiqh Disabilitas yang menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam ibadah bagi orang dengan disabilitas maupun non-disabilitas. Ada hal-hal yang disepakati ulama sebagai hal yang haram ketika dilakukan seperti menyembunyikan atau memasung orang disabilitas sehingga hak individunya terhalangi. Bahkan, jika pengurus masjid tidak membuat masjid yang dikelolanya tidak akses itu juga bisa menciptakan dosa.
Melalui dialog ramadan ini, sejumlah saran dan pertanyaan juga disampaikan, termasuk oleh peserta. Seperti dari jamaah Tuli misalnya yang mengungkapkan betapa pentingnya ketersediaan Juru Bahasa Isyarat di masjid terutama saat shalat jumat. Saat ini, mulai hadi Bahasa Isyarat Arab yang dapat digunakan oleh Tuli mempelajari Al Quran. Ke depan, penggunaan teknologi komunikasi yang bisa memudahkan orang-orang dengan disabilitas sensorik dapat mengikuti ibadah dengan setara. Misalnya jika tidak ada Juru bahasa Isyarat maka masjid perlu menyiapkan juru ketik atau menggunakan aplikasi ‘voice to texts’ agar apa yang disampaikan langsung tampak pada layar.
Editor: Ramdha Mawadha
49 Komentar